Saturday 24 March 2018

Beton Pracetak


Beton Pracetak

       Industrualisasi dalam konstruksi bangunan adalah perkembangan alamiah sebagaimana juga telah menimpa pada industri yang lain. Justru lebih lambat ketimbang yang lain karena lebih besarnya rintangan yang dihadapi dalam industri bangunan, yang tidak sekedar bersifat Fashionable trend (kecenderungan mode mutakhir), tetapi juga berkaitan dengan pernyataan nilai yang menuntut : Perubahan sikap mental dan pikiran baru dari sebagain ahli bangunan.

Selama ini orang merasa terikat kepada rumah yang harus di hargai secara individual, maka tentu saja orang akan merasakan sesuatu yang lain ketika tiba-tiba akomodasi  tempat tinggal :
  1. Disediakan dalam bentuk blok-blok atau flat-flat yang bukan bangunan sebagaimana biasanya.
  2. Bangunan tidak didesain secara khusus sebagaimana permintaan penggunanya secara individu.
  3. Bangunan didirikan dalam bentuk produk yang telah selesai tanpa ada kesempatan intervensi lagi dari pemakainya.
  4. Bangunan di desain dengan penampilan yang serupa atau bahkan sama.
  5. Perangkat bangunan yang langsung jadi jika ingin mendesain dan membangun secara individu.
  6. Dengan pilihan yang sangat terbatas.
Industri bangunan mestinya juga membuat progress penggunaan crane dan mesin-mesin lain tetapi dengan cara yang lebih luas. Ketertinggalan dalam industri bangunan dikembangkan dengan cara industrialisasi yang terotomastisasi dalam seluruh prosesnya sejak persiapan dan moulding (pembuatan percetakan), casting (percetakan), concreting (pengecoran), prestressing (penegangan), storage (penyimpanan), transportation (pengangkutan), erection (pendirian), lifting (pengangkatan) dan handling (penanganan).
Prefabrication (prefabrikasi) adalah industrialisasi metode konstruksi di mana komponen-komponennya diproduksi secara massal dirakit (assemble) dalam bangunan dengan bantuan crane dan alat-alat pengangkat dan penanganan yang lain.
      Prefabricated Structural Components (Komponen Struktur Prefabrikasi) dibuat dari beton melalui precast units/precast numbers atau precast elements (unit cetakan) tergantung pada alternative penggunaannya, percetakan dikontrol dengan baik diberi waktu untuk pengerasan dan mencapai kekuatan tertentu yang diinginkan sebelum diangkat dan dibawa menuju tapak kontruksi sesungguhnya untuk pembangunan. Metode konstruksi yang dibuat dengan menggunakan komponen prefabrikasi secara kolektif disebut sebagai ‘prefabricated contruction (konstruksi prefabrikasi). Konstruksi Prefabrikasi dapat berupa sector aktifitas bangunan utamanya : industrial architecture (Arsitektur industri), General Engineering (Rekayasa struktur secara umum) dan Civil Engineering.
Precast Struktural Components ( komponen Struktur Pracetak), alternatifnya dibuat untuk bangunan pada site tertentu. Kecenderungan ini mengarah  pada pabrik pembuat komponen.

Problem Material
Kebutuhan ideal yang harus dipenuhi dalam teknik konstruksi bangunan dengan sistem konstruksi prefabrikasi :
  1. Kemampuan pembuatan melalui metode mekanis (beban bawaan dan komponen yang tertutup).
  2. Kemungkinan sambungan dan koneksi struktural yang layak dan memungkinkan untuk dibuat dengan cara yang paling sederhana.
  3. Secara simultan kemungkinan untuk pelaksanaan fungsinya akibat beban bawaan dan lketerbatasan ruang geraknya.
Hal yang paling penting adalah bahwa material harus memiliki  kualifikasi sebagai berikut :
  1. Mengisolasi panas, tahan  air dan anti pembusukan.
  2. Anti api dan dapat dicetak secara volumetric.
  3. Dapat dipaku dan digergaji sehingga memungkinkan untuk perubahan.
  4. Tidak banyak membutuhkan pemeliharaan (maintenance).
  5. Memiliki kekuatan yang tinggi.
Keuntungan dan Permasalahan Konstruksi Prefabrikasi
Beberapa keuntungan konstruksi prefabrikasi dalam industri bangunan adalah :
  1. Waktu konstruksi yang lebih cepat, sejak pekerjaan struktur di tapak, konstruksi pondasi dan pendirian komponen prefabrikasi.
  2. Jumlah material yang dibutuhkan tidak berkurang
  3. Produksi unit precast dalam skala luas menjadikan lebih praktis untuk menggunakan mesin dan karenanya kebutuhan jumlah pekerja yang terlalu banyak dapat diatasi
  4. Pengurangan kebutuhan tenaga kerja manusia dan menuntut memiliki keahlian yang lebih
  5. Kualitas yang dihasilkan lebih baik sebagai hasil proses pabrik yang selalu di bawah pengawasan yang ketat dan tetap, penggunaan mesin dan lingkungan kerja yang rapi
  6. Pekerjaan konstruksi dapat dilaksanakan tanpa tergantung pada kondisi cuaca
Permasalahan dalam konstruksi prefabrikasi adalah :
  1. Transportasi komponen dari pabrik ke proyek
  2. Kesulitan dalam penanganan di lapangan khususnya dalam erection (pendirian), lifting (pengangkatan) dan connecting (penyambungan pada saat finalisasi konstruksi)
  3. Pelaksanan yang demikian berarti ada tambahan biaya dan problem teknis.
Sejarah Perkembangan Sistem Pracetak

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalan sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langka.
Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era millennium baru ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa  ke lokasi (transportasi ) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat dan massal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Perbandingan kualitatif antara struktur kayu, baja serta beton konvensional dan pracetak dapat dilihat pada tabel dibawah ini


Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom plat pantai. Permasalahan mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di Indonesia saat ini adalah :
  1. Sistem ini relatif baru
  2. Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetak yang telah ada
  3. Serta kendala sambungan antar komponen untuk sistem pracetak terhadap beban gempa yang selalu menjadi kenyataan
  4. Belum adanya pedoman resmi mengenai tata cara analisis, perencanaan serta tingkat kendala khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku konstruksi.
Perkembangan Sistem Pracetak Di Dunia
Sistem pracetak jaman modern berkembang mula-mula di Negara Eropa. Struktur pracetak pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton precetak untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Th 1912 beberapa bangunan bertingkat menggunakan sistem pracetak berbentuk komponen-komponen, seperti dinding, kolom dan lantai diperkenalkan oleh John.E.Conzelmann.
Struktur komponen pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll. Sistem pracetak tahan gempa dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang yang dikenal sebagai negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian intensif tentangt sistem pracetak tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan PRESS ( Precast seismic Structure System).
Perkembangan Sistem Pracetak Di Indonesia
Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan siste4m T-Cap (2000).
Permasalahan Umum Pada Pengembangan Sistem Beton Pracetak
Ada tiga masalah utama dalam pengembangan sistem pracetak :
  1. Kendala sambungan antar komponen
  2. Belum adanya suatu pedoman perencanaan khusus untuk sistem struktur pracetak
  3. Kerjasama dengan perencana di bidang lain yang terkait, terutama dengan pihak arsitektur dan mekanikal/elektrikal/plumbing.
Sistem Pracetak Beton
Pada pembangunan struktur dengan bahan beton dikenal 3 (tiga) metode pembangunan yang umum dilakukan, yaitu sistem konvensional, sistem formwork dan sistem pracetak.
Sistem konversional adalah metode yang menggunakan bahan tradisional kayu dan triplek sebagai formwork dan perancah, serta pengecoran beton di tempat. Sistem formwork sudah melangkah lebih maju dari sistem konversional dengan digunakannya sistem formwork dan perancah dari bahan metal. Sistem formwork yang telah masuk di Indonesia, antara lain sistem Outinord dan Mivan. sistem Outinord menggunakan bahan baja sedangkan sistem Mivan menggunakan bahan alumunium.
Pada sistem pracetak, seluruh komponen bangunan dapat difabrikasi lalu dipasang di lapangan. Proses pembuatan komponen dapat dilakukan dengan kontol kualitas yang baik.

Metode Pelaksanaan Beton Pracetak
Beton pracetak adalah beton yang dicetak di beberapa lokasi (baik yang di cetak di lingkungan maupun di pabrik-pabrik). Menurut SKSNI T-15-1991-03 beton pracetak adalah komponen beton yang dicor di tempat yang bukan merupakan posisi akhir dalam suatu struktur. Kekuatan beton yang dipakai sekitar 4000 sampai 6000 psi dan dengan kekuatan lebih tinggi. Beton cor di tempat memerlukan lebih banyak bekisting dan minimal dalam pemakaian ulang maksimal 10 kali, sedang untuk beton pracetak bekisting kayu atau fiber glass bisa di pakai  sampai 50 kali dengan sedikit perbaikan.


Besi Tulangan Balok Pracetak


Pengecoran Beton Pracetak


Beton Pracetak Yang Sudah Dicor


Perakitan Beton Pracetak

Pengangkutan elemen pracetak tersebut akan dipasang minimal harus mempertimbangkan sebagai berikut :
  1. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai lokasi.
  2. Jadwal pemasangan elemen pracetak sesuai jadwal rencana.
  3. Alternatif jalan lain yang dilewati seandainya ada satu jalan terjadi hambatan.
  4. Daya tampung lokasi proyek dalam menerima pengiriman elemen pracetak.
  5. Kemampuan crane dalam mengangkat elemen pracetak.
Dalam pemasangan elemen pracetak ke lokasi posisi terakhirnya,beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
  1. Site Plan
  2. Peralatan
  3. Siklus Pemasangan
  4. Tenaga Kerja
Site Plan
Site Plan yang ada maka akan dapat diperoleh hal-hal sebagai berikut :
  1. Dapat menempatkan posisi crane di lokasi proyek sehingga dapat difungsikan semaksimal dalam elemen-elemen pracetak ke posisi terakhirnya.
  2. Dapat direncanakan tempat penumpukan elemen pracetak yang memudahkan pengaturannya.
Peralatan
Dalam penggunaan elemen pracetak,menjadi pertimbangan adalah :
  1. Beberapa crane yang diperlukan dalam suatu proyek agar dapat digunakan semaksimal mungkin .
  2. Berapa radius perputaran crane.
  3. Peralatan pembantu serta jumlah kebutuhan guna mendukung siklus pemasangan elemen pracetak seperti truk,dan lain sebagainya.
Siklus Pemasangan
Secara garis besar siklus pemasangan dari elemen pracetak dapat dijabarkan sebagai berikut :
  1. Pengecoran elemen poer
  2. Pemasangan elemen balok
  3. Pemasangan elemen pelat
  4. Pengecoran over topping
Beberapa tipe elemen pracetak adalah
  1. POER PRECAST
  2. BALOK PRECAST
  3. HALF SLAB PRECAST
  4. PLANK FENDER PRECAST
  5. DOLPHIN
  6. KANSTEEN PRECAST



0 comments:

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *