DIALEKTIKA PENERAPAN HUKUM KONSTRUKSI
“Dialektika
Penerapan Hukum Konstruksi”. Dalam materi paparannya diambil 6 poin sub tema,
yaitu :
1.
Distorsi Pengadaan Barang dan
Jasa
2.
Inkonsistensi Pemeriksaan
Auditor
3.
Kriminalisasi Penerapan Hukum
Konstruksi
4.
Penyelesaian Permasalahan
Hukum Konstruksi
5.
Peranan dan Kedudukan Lembaga
Asosiasi Konstruksi
6.
Korupsi dan Unsur Kerugian
Negara
Distorsi adalah pemutarbalikan fakta, aturan dan sebagainya.
Tekait dengan pengadaan barang dan jasa, Arif Rahman mengambil permasalahan
mengenai penganggaran proyek yang memaksa harus diserap dalam tahun berjalan
seringkali berdampak terhadap kualitas hasil sebuah pekerjaan. Orientasi
penganggaran seringkali bermindset pada proyek bukan pada hasil. Dengan
kondisi demikian, maka proyek terkesan tergesa-gesa. Selanjutnya sulitnya
menghadang kontraktor penawar harga tidak wajar yang berdampak pada rendahnya
mutu hasil konstruksi. Peraturan menghendaki pemenang tender dengan harga
terendah, bukan yang kompeten dan efisien. Pemimpin Proyek tidak kuasa
menangani masalah ini karena dikhawatirkan akan dipidana. Dengan demikian
mutu dan kualitas kembali dipertanyakan. Namun di posisi ini, posisi Pemimpin
Proyek (Pimpro) menjadi dilematis. Karena ketika terjadi permasalahan
mengenai mutu yang berakar masalah dari tingkat kompeten dan efisien , maka
Pimpro rentan dipersalahkan. Selanjutnya dampak kesalahan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS) dalam menimbulkan pemahaman mark-up yang merugikan penyedia
jasa.
Inkonsistensi pemeriksaan auditor menjadi permasalahan yang bisa
dibilang sering terjadi. Dalam hal terjadi perbedaan antara volume realisasi
dengan volume BoQ dalam tinjauan kontrak Lumpsum, pihak kontraktor pelaksana
selalu berada pada posisi dirugikan dimana volume lebih harus dikembalikan
sedangkan yang kurang dianggap sebagai resiko kontraktor. Dimana letak
keseimbangan dan keadilan jika aturan main yang disepakati dan dipahami tidak
ditinjau oleh pihak Auditor. Terkait dengan hirarki perundang-undangan di Indonesia, Auditor
dianggap seringkali hanya merujuk pada perpres saja dalam proses pemeriksaan
pengadan barang dan jasa, tanpa mempertimbangkan aturan dalam perundangan
lainnya. Tidak jelasnya domain kewenangan antara Inspektorat, BPKP dan BPK.
Dalam beberapa kasus, seringkali sebuah proyek sudah selesai diperiksa oleh
BPKP dan BPK, lalu berjalan waktu Inspektorat melakukan pemeriksaan dan
membatalkan hasil temuan BPK dan BPKP sebelumnya.
Kriminalisasi penerapan hukum konstruksi diambil permasalahan
kenapa kontrak kerja konstruksi lebih dominan penerapan Hukum pidana daripada
hukum perdata, padahal sebuah perikatan itu merupakan rana privat/perdata.
Akibatnya semua yang berbau kontraktor cenderung langsung dipidanakan.
Bagaimana kedudukan kontrak kerja konstruksi dalam pandangan hukum yang
sebenarnya. Seringkali terjadi ketika keugian Negara akibat perbedaan cara
berhitung pada waktu pelaksanaan dengan perhitungan Auditor pada saat
pemeriksaan dimana kontraktor harus mengembalikan selisih tersebut dan setelah dikembalikan ke Negara, para
Lembaga Penegak Hukum tetap saja memproses secara pidana ? dan yang paling
menyakitkan kerugian Negara kurang dari 10 juta bahkan kurang dari 1 juta
rupiah telah memenjarakan banyak insan-insan konstruksi. bergitu beresiko ?.
Selanjutnyamasih ditemukannya LPH yang masuk ke proyek-proyek. padahal dalam
masa konstruksi, padahal ini bertentangan dengan UU Jasa konstruksi No. 2
tahun 2016.
Hubungan hukum antara penyedia jasa dengan pengguna jasa diatur
dalam hukum perdata dan semua sengketa diselesaikan diperadilan umum atau lembaga
arbitrase. Permasalahan yang timbul adalah besarnya kewenangan LPH dalam
menetapkan suatu permasalahan konstruksi dalam rana pidana tanpa adanya
penyaringan Lembaga yang berkompeten di bidang konstruksi.
Terkait dengan kriminalisasi pihak-pihak penyelenggara konstruksi
telah menjadi isu nasional. Dimana dan
bagaimana peranan asosiasi.
Dari poin korupsi dan kerugian Negara, dibahas mengenai kuatnya
interverensi politik dalam proses pengadaan barang dan jasa. Batasan unsur
kerugian Negara dengan ancaman korupsi yang bakal dihadapi. Jika semua unsur
kerugian dianggap korupsi, maka jasa konstruksi bukan lagi bidang jasa
bergengsi melainkan musibah bagi insan konstruksi.
|
Sunday, 1 April 2018
Home »
» DIALEKTIKA PENERAPAN HUKUM KONSTRUKSI
0 comments:
Post a Comment