This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, 28 August 2018

Jenis aspal berdasarkan tempat diperolehya


1.Aspal  alam (natural asphalt)
2.Aspal buatan (artificial asphalt)

1 ASPAL ALAM
Aspal yang didapat dari suatu tempat di alam dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Terdiri dari:
a.Aspal danau (lake asphalt)
  contoh: dari Bermudez, Trinidad (terbesar di dunia), kadar bitumen yang dikandungnya sekitar 40%.

a.Aspal gunung (rock asphalt)
  contoh: di pulau Buton (Sultra), terkenal dengan nama ASBUTON (aspal batu buton) atau BUTAS (Buton Asphalt): campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan yang porous.


¡Kadar bitumen dari ASBUTON sangat bervariasi, sehingga ASBUTON dibedakan berdasarkan kadar bitumennya.
¡Jenis asbuton:
§Asbuton  10 (B 10): kadar bitumen 9-11%
§Asbuton  13 (B 13): kadar bitumen 11.5-14.5%
§Asbuton  16 (B 16): kadar bitumen 15-17%
§Asbuton  20 (B 20): kadar bitumen 17.5-22.5%
§Asbuton  25 (B 25): kadar bitumen 23-27%

§Asbuton  30 (B 30): kadar bitumen 27.5-32.5%

¡Jenisyang banyak dipakai: B20. B25 dan B30.
¡Untuk mengeluarkan bitumen dari dalam butiran asbuton, digunakan bahan pelunak/pengencer yang dapat berupa:
§Flux oil
§Bunker oil
§Campuran solar: semen aspal = 1:1
§Aspal cair SC 70
§Sebanyak 3-5% berat asbuton kering

2. Aspal buatan (artificial asphalt)
¡Tar
§Merupakan hasil penyulingan batu bara
§Tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan karena lebih cepat mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun.
¡Aspal minyak (petroleum Asphalt)

§Merupakan hasil destilasi/ penyulingan  minyak bumi



Aspal (Asphalt / Bitumen)


¡Adalah material perekat berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen (hydrocarbon)
¡Harga relatif mahal
¡Pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat.
¡Jika dipanaskan aspal bisa mencair, dan jika suhu menurun aspal bisa mengeras kembali (termoplastis)
¡Banyak aspal dalam campuran perkerasan:
§4-10% dari beratcampuran
§10-15% dari volume campuran
¡Aspal yang umum digunakan berasal proses destilasi minyak bumi, sering disebut aspal minyak atau aspal semen
¡Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa dan garam.
¡Akibat panas dan umur, aspal bisa menjadi kaku dan rapuh, sehingga daya adhesif dengan agregat berkurang.
¡Hasil destilasi minyak bumi pada temperatur yang berbeda-beda:
§Bensin (gasoline)
§Minyak tanah (kerosene)
§Solar (minyak diesel)
§Residu:
Bahan dasar aspal (asphaltic base crude oil)
Bahan dasar parafin (parafin base crude oil)
Bahan dasar campuran (mix base crude oil)




¡Destilasi pada temperatur yang berbeda-beda akan menghasilkan bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene) dan solar (minyak diesel).
¡Residu aspal berbentuk padat, tetapi melalui pengolahan hasil residu ini dapat berbentuk cair atau emulsi pada temperatur ruang.

Tuesday, 21 August 2018

Aliran laminer


Dalam aliran laminer partikel-partikel zat cair bergerak di sepanjang lintasan- lintasan lurus, sejajar dalam lapisan-lapisan atau laminae. Besarnya kecepatan-kecepatan dari laminae yang berdekatan tidak sama. Aliran laminer diatur oleh hukum yang menghubungkan tegangan geser ke laju perubahan bentuk sudut, yaitu hasil kali kekentalan zat cair dan gradien kecepatan atau

     t =mdv/dy                                                                                     

Kekentalan zat cair tersebut dominan dan oleh karenanya mencegah setiap kecendurungan menuju ke kondisi turbulen.

Thursday, 16 August 2018

Analisis Hidrologi


1.1. Analisis Hidrologi

a)    Analisis ketersediaan air, kehilangan air dan water balance.
Jenis tanah disekitar lokasi genangan embung adalah berupa gravel dengan bercampur lanau. Jenis tanah semacam ini sangat porous, sehingga akan banyak air yang hilang akibat rembesan baik vertical maupun horizontal. Untuk itu analisis water balance sangat perlu sekali dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat penyimpanan air oleh embung. Jika ternyata losses akibat rembesan sangat besar dibandingkan debit yang masuk ke waduk, maka perlu dilakukan treatment pada dasar maupun dinding kolam sedemikian sehingga water balance yang direncanakan, khususnya dimusim kemarau dapat dicapai. Water balance tersebut meliputi :
(1)  Debit Aliran Masuk (Inflow)
Debit aliran masuk ke embung (inflow) terjadi akibat hujan yang jatuh di daerah tangkapan dan di atas kolam embung itu sendiri. Sebagai pendekatan untuk menghitung inflow pada daerah tangkapan yang relatif kecil dan data aliran yang relatif tidak tersedia dapat dilakukan dengan menggunakan rumus rasional.

Vj   = 10Cj RA

dengan :
Vj          =  Aliran bulanan dari seluruh daerah tadah hujan untuk bulan j (m3/det)
Rj         =  Curah hujan bulanan untuk bulan j (mm/bulan)
Cj         =  Koefisien pengaliran untuk bulan j
A          = Luas daerah tadah hujan efektif (ha), yaitu luas daerah tadah hujan             setelah dikurangi luas kolam  embung
V          =  Aliran masuk ke embung selama musim hujan (m3)
Nilai koefisien pengaliran (C) dapat ditentukan berdasarkan tinggi hujan bulanan dan kemiringan lahan.

(2)  Hujan Rata-rata bulanan
Daerah tangkapan hujan dan kolam embung relatif sangat kecil sehingga perkiraan aliran sudah cukup teliti bila diambil secara bulanan. Apalagi di daerah semi kering pada umumnya aliran dasar tidak ada dan embung tidak dibangun di sungai. Dalam keadaan seperti itu aliran masuk ke embung hanya dapat diperkirakan dari curah hujan. Curah hujan rata-rata bulanan dihitung melalui data dari pos hujan terdekat.

(3)  Evaporasi dan Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi potensial dan evaporasi hampir sama dari tahun ke tahun, dan dari satu lokasi ke lokasi lain di wilayah yang sama. Karena itu, dapat dipilih satu set evapotranspirasi penuh potensial yang mewakili seluruh wilayah.
Evapotranspirasi potensial adalah jumlah air yang dapat diuapkan bila ketersediaan air permukaan dan bawah permukaan dianggap berlebihan serta permukaan tanah ditutupi dengan jenis tanaman tertentu.
Sedangkan kehilangan air karena evapotranspirasi pada kondisi ketersediaan air dan penutup lahan yang sebenarnya sering disebut sebagai evapotranspirasi sebenarnya, nilainya lebih kecil atau sama dengan evapotranspirasi potensial.
Evapotranspirasi potensial dibutuhkan sebagai masukan untuk perhitungan debit bulanan, sedangkan penguapan dipakai untuk menghitung kapasitas embung yang diperlukan. Kedua parameter tersebut diperlukan dalam rata-rata bulanan.
(4)  Tampungan Embung
(a)  Kapasitas Tampungan
Embung yang akan dikembangkan diharapkan dapat menampung penuh air di musim hujan dan kemudian dioperasikan selama musim kemarau untuk melayani berbagai kebutuhan. Di daerah semi kering musim hujan akan berlangsung pendek 3-5 bulan, sedangkan musim kemarau berlangsung lebih dari 6 bulan, yaitu 7-9 bulan.
Dengan demikian kapasitas tampung embung yang dibutuhkan harus dapat memenuhi kebutuhan pada saat musim kemarau. Selain itu juga harus mempertimbangkan kehilangan air oleh penguapan di kolam dan resapan di dasar dan dinding kolam, serta menyediakan ruangan untuk sedimen. Jadi kapasitas tampung yang diperlukan (Vn) untuk semua embung adalah :
Vn                 = Vu + Ve + Vi + Vs
dengan :
Vn      = Kapasitas tampung total yang diperlukan suatu desa (m3)
Vu      = Volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
Ve        = Jumlah penguapan kolam selama musim kering (m3)
Vi         = Jumlah resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung                         selama musim kemarau (m3)
Vs        = Ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)
Namun demikian dalam menentukan kapasitas total suatu embung harus pula mempertimbangkan volume atau debit air yang tersedia (Vh) dan kemampuan topografi untuk menampung air (Vp). Apabila air yang tersedia atau kemampuan topografi kecil maka embung harus didesain dengan kapasitas yang lebih kecil dari pada kebutuhan maksimum suatu desa.
.
(b)  Ketersediaan Air
Air yang mengalir kedalam embung terdiri atas dua kelompok, yaitu Air permukaan dari seluruh daerah tadah hujan, dan Air hujan yang langsung jatuh di atas permukaan kolam. Dengan demikian jumlah air yang masuk ke dalam embung dapat dinyatakan seperti berikut ini.

Vh = SVj + 10 . .Akt . SRj

dengan :
Vh   =  Volume air yang dapat mengisi kolam embung  selama musim
           hujan (m3)
Vj    =  Aliran bulanan pada bulan j (m3/bulan)
SVj =  Jumlah aliran total selama musim hujan (m3)
Rj   =  Curah hujan bulanan pada bulan j (mm/bulan)
SRj =  Curah hujan total selama musim hujan (mm), curah hujan musim                             kemarau diabaikan
Akt  =  Luas permukaan kolam embung (Ha)
Volume air yang dapat mengisi embung (Vh) merupakan jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam embung. Oleh karena itu air yang tersedia ini harus dibandingkan dengan kapasitas tampung yang diperlukan (Vn) dalam menentukan kapasitas total/tinggi embung.

(c)  Kebutuhan Air dan Tampungan Hidup (Vu)
Berdasarkan penelitian Litbang Pengairan mengenai kebutuhan air untuk penduduk, hewan, dan kebun, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Kebutuhan air untuk penduduk Qp       =          150 l/hr/KK
b. Kebutuhan air untuk ternak Qh            =          200 l/hr/KK *)
c. Kebutuhan air untuk kebun                   =          450 l/hr/KK **)
Total Qu                                                     =          800 l/hari/KK
Dengan asumsi :
*)   Tiap KK dianggap memiliki 20 ekor ternak, KK = Kepala Keluarga
**) Tiap KK dianggap menggarap kebun seluas 200 m2
Kalau angka ini dianggap mewakili kebutuhan di daerah semi kering lainnya, maka kebutuhan total untuk tampungan hidup (Vu) adalah :

     Vu =  Jh  x  JKK x  Qu

Dengan :
JKK      = Jumlah KK per desa, data dapat diperoleh dari buku  statistik yang                 dikeluarkan Pemerintah Daerah setempat, atau survey  lapangan.
Jh         = Jumlah hari selama musim kemarau, yang secara praktis                    sebesar  8 bulan x 30 hari  =  240 hari
Qu        = Kebutuhan air untuk penduduk, ternak, dan kebun  (l/hari/KK)
Dengan memasukkan besaran diatas, maka :
Vu         = 240 x JKK x 800
            = 192000 JKK (dalam liter)
            = 192 JKK (dalam m3)

(d)  Ruang Sedimen ( Vs)
Ruang untuk sedimen perlu disediakan dikolam embung, Berdasarkan pengamatan, ruang sedimen diperkirakan setinggi 1.00 m diatas dasar kolam.
(e)  Jumlah Penguapan (Ve)
Di daerah semi kering penguapan dari kolam embung akan relatif cukup besar jumlahnya apalagi aliran masuk di musim kering tidak ada. Dengan demikian jumlah penguapan selama musim kemarau perlu diperhitungkan dalam penentuan kapasitas atau tinggi embung. Penguapan di permukaan kolam embung dapat dihitung secara sederhana seperti berikut ini.
Ve       =      10.Akt.SEkj
Dengan :
Ve   = Jumlah penguapan dari kolam embung selama musim kemarau (m3)
Akt  = Luas permukaan kolam embung pada setengah tinggi  (Ha)
Ekj  = Penguapan bulanan di musim kemarau pada bulan ke-1 (mm/bulan)

(f)   Jumlah Resapan (Vi)
Air dalam kolam embung akan meresap masuk kedalam pori atau rongga di dasar dan dinding kolam. Besarnya resapan ini tergantung dari sifat lulus air material dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini tergantung pada jenis butiran tanah atau struktur batuan pembentuk dasar dan dinding kolam. Secara teoritik perhitungan resapan air ini cukup rumit dan sulit dilakukan. Tetapi berdasarkan beberapa analisis, dapat ditentukan cara praktis  untuk menentukan besarnya resapan air kolam embung.
  Vi      =      K.Vu 
Dengan
Vi             = Jumlah resapan tahunan (m3)
Vu            = Jumlah air untuk berbagai kebutuhan (m3)
K             = Faktor, yang nilainya tergantung dari sifat lulus air  material dasar        dan dinding kolam embung.
K             = 10 %, bila dasar dan dinding kolam emnung praktis rapat air                           (k-10-5 cm/d), termasuk penggunaan lapisan batuan (selimut        lempung, geomembran, Rubber sheet, semen tanah)
K             = 25 %, bila dasar dan dinding kolam embung bersifat semi lulus air      (k = 10-3 - 10-4 cm/dt)

(g)  Menentukan Kapasitas Tampung Desain (Vd)
Untuk menentukan/memilih kapasitas tampung desain suatu embung (Vd) harus membandingkan ketiga hal, yaitu : Volume  tampungan yang diperlukan (Vn), untuk menyediakan:
·         Kebutuhan penduduk, hewan, dan kebun (Vu) di suatu desa
·         Volume cadangan untuk kehilangan air karena penguapan (Ve), dan resapan (Vi)
·         Ruangan untuk menampung sedimen (Vs)
·         Volume air yang tersedia (potensi) selama musim hujan (Vh), yang merupakan jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam embung,
·         Daya tampung (potensi) topografi untuk menampung air (Vp), yaitu volume maksimum kolam embung yeng terbentuk karena dibangunnya suatu embung.
Dari ketiga besaran tersebut, dipilih yang terkecil sebagai kapasitas tampung desain suatu embung (Vd). Bilamana Vh atau Vp yang menentukan, maka kemampuan embung melayani penduduk akan berkurang yaitu tidak sebesar yang diperlukan (Vn).  

Contact Form

Name

Email *

Message *