BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstruksi perkerasan
lentur terdiri dari lapisan - lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang
telah dipadatkan. Lapisan – lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya. Konstruksi perkerasan
terdiri dari :
1.
Lapisan permukaan (surface course)
2.
Lapisan pondasi atas (base course)
3.
Lapisan pondasi bawah (subbase course)
4.
Lapisan tanah dasar (subgrade)
Konstruksi interblok
adalah konstruksi perkerasan lentur yang menjadikan interblok sebagai bahan
lapis permukaan, sedangkan lapisan pondasi (base dan subbase)
memiliki persyaratan dan fungsi yang sama dengan perkerasan lentur jalan
lainnya. Interblok atau yang lebih dikenal sebagai Concrete Blok Pavement (CBP),
pertama kali diperkenalkan di Negeri Belanda awal tahun 1950 sebagai
pengganti konstruksi perkerasan jalan yang memakai batu dari tanah
liat yang dibakar (Van der Vlist 1980). Secara umum, bentuk interblok
yang indah, serta mahalnya aspal sebagai bahan perkerasan lentur dan
biaya konstruksi dan perawatan perkerasan lentur jalan, menyebabkan
perencana jalan memilih konstruksi interblok sebagai konstruksi inovatif
perkerasan lentur jalan. Kekuatan dan ketahanan serta bentuk yang indah,
membuat Konstruksi Interblok menjadi cocok untuk dipergunkan di daerah
komersial, di daerah pemerintahan dan di daerah industri.
Lapisan permukaan harus
mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja. Lapisan permukaan berfungsi
sebagai :
1.
Lapis perkerasan penahan beban roda,
lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa
pelayanan.
2.
Lapis kedap air, sehingga air hujan yang
jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan –
lapisan tersebut.
3.
Lapis aus (wearing course), lapisan yang
langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4.
Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan
bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan
lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.
B.
Perumusan
Masalah.
1.
Apa keuntungan dan kelebihan konstruksi
interblok?
2.
Berapa besar kapasitas konstruksi
interblok?
3.
Bagaimanakah perkerasan lentur
interblok?
4.
Bagaimana cara pemasangan konstruksi
interblok?
5.
Bagaimana cara pemeliharaan konstruksi
interblok?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kelebihan
dan Kekurangan Konstruksi Interblok.
Beberapa keuntungan
atau kelebihan daripada konstruksi interblok di Indonesia adalah kemudahan
mendapatkan bahan dasar di pasaran, mengunakan tenaga kerja manusia dalam
jumlah besar, peralatan yang sederhana, ketersedian alternatif dari segi bentuk
yang dapat memenuhi selera konsumen, serta kemudahan di dalam perawatan (Aly
2001). Secara menyeluruh, kelebihan yang didapatkan pada konstruksi interblok,
menurut Shackel (1950), adalah :
1.
Tiap blok (seperti batu-bata) dapat
mudah digant sebagian tanpa merusak konstruksi perkerasan secara menyeluruh.
2.
Perbaikan lapisan tanah dasar yang
mengalami penurunan, mudah dilakukan.
3.
Bentuk, ukuran, warna serta pola
pemasangan blok dapat mudah disesuaikan/ diatur.
4.
Dapat membentuk suatu daerah tertentu,
dengan menggunkan warna blok tertentu.
5.
Membutuhkan sedikit peralatan dan metoda
konstruksi sederhana, sehingga tidak perlu tenaga kerja dengan keahlian khusus.
6.
Biaya perawatannya minimum.
7.
Blok, kuat dan awet (tahan lama) karena
tahan abrasi, tumpahan bahan bakar dan minyak.
8.
Mampu menahan gaya yang ditimbulkan oleh
gerakan membelok dan mengerem kendaraan.
9.
Konstruksi interblok dapat memikul
lendutan yang lebih besar, dibandingkan perkerasan kaku.
10.
Pengadaan lajur lalu-lintas atau jalur
jalan raya relatif lebih cepat dibanding perkerasan lentur lain ataupun
perkerasan kaku, sesuai untuk mengatasi pertumbuhan lalu-lintas.
Beberapa kekurangan
dari konstruksi interblok yang perlu diketahui dan diupayakan peminimalan
dampak yang timbul. Menurut Aly (2001) kekurangan dari konstruksi interblok
tersebut, antara lain:
1.
Bilamana diperlukan perkuatan lapisan
pondasi (base dan sub-base), satu-satunya adalah dengan melakukan
pembongkaran sepanjang konstruksi.
2.
Jika ikatan antar blok (interlocking)
menurun, maka kekokohan konstruksi jadi menurun pula.
3.
Bilamana terjadi kerusakan kecil,
seperti: bentuk blok, ikatan antar blok, maka kerusakan tersebut
akan
berdampak pada keseluruhan konstruksi.
Selain itu, kecepatan kendaraan di
atasnya secara umum dibatasi antara 50 – 60 km/jam.
B.
Kapasitas
Konstruksi Interblok
Kekuatan utama konstruksi interblok
terletak pada kemampuan mempertahankan interlocking antar blok, baik
arah horisontal maupun arah vertikal (Aly 2001). Komponen konstruksi interblok
yang berperan utama mempertahankan interlocking adalah kanstein.
Gambar 1. Keberadaan Kanstein (Aly 2001)
Fungsi batu / beton
pembatas adalah mempertahankan kekuatan konstruksi interblok agar tidak
bergerak atau bergeser arah horizontal, sehingga kesatuan interblok dapat
saling bekerja sama memikul beban lalu-lintas kendaraan. Adanya kanstein
merupakan implementasi prinsip kekokohan konstruksi jalan pada perkerasan jalan
jenis Telford yang merupakan salah satu jenis konstruksi jalan perkerasan
lentur. Prinsip distribusi beban lalu-lintas kendaraan dan keberfungsian
kanstein dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar
2. Kanstein Telford Bekerja (Aly 2001)
Bila kanstein gagal (failure)
memikul beban horisontal, maka keberadaan konstruksi keseluruhan akan gagal
juga menanggung beban lalu-lintas di atasnya. Seperti terlihat pada gambar
berikut ini.
Gambar
3. Kanstein yang Gagal (Aly 2001)
Konstruksi interblok
yang memiliki kekuatan dan kekokohan yang baik, serta tahan beberapa bahan
kimia, membuatnya dapat dipergunakan di daerah – daerah yang memiliki beban
barang dan peralatan yang amat berat (ultra-heavy duty areas), seperti:
kawasan industri, daerah bongkar-muat kontainer, terminal penumpang bandara,
daerah perparkiran. Konstruksi Interblok memiliki kekuatan dan kekokohan yang
baik, menurut Aly (2001) adalah:
1. Kuat tekan minimum beton adalah
K-350.
2. Pembatasan dimensi blok, dimana:
a. Ketebalan: 6,0 – 12,0 cm.
b. Luas permukaan < 0,09 m2.
c. Kerataan permukaan: 3 mm / meter.
3. Compressive Strength Block adalah
30 N / mm,
sedangkan tekanan pada tumbuan container
sebesar 13 N / mm. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
konstruksi Interblok dapat dilihat pada Tabel 1.
C. Perkerasan
Lentur Interblok.
Secara umum, konstruksi interblok terlihat seperti
gambar berikut ini:
Gambar 4. Konstruksi
Interblok (Aly 2001).
Untuk daerah yang dilalui lalu-lintas
kendaraan bongkat-muat dengan kapasitas besar (heavy industrial traffic),
dimensi konstruksi interblok dapat dibuat seperti gambar berikut ini.
Gambar
5. Konstruksi Interblok di Heavy Industrial
Traffic.(Hasan
bin Md. Nor 2005)
Konstruksi interblok memiliki prinsip
yang sama dengan perkerasan lentur jalan dengan 3 (tiga) lapisan, di dalam
mendistribusi beban lalu-lintas, suhu perkerasan dan ketebalan dari
masing-masing lapisan. Di dalam metoda perkerasan lentur dengan 3 (tiga)
lapisan, memiliki:
a. Lapisan Permukaan (Surface Course)
b. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
c. Lapisan Pondasi Bawah (Sub-base
Course), dan
d. Lapisan tanah dasar.
Penggambaran lapisan perkerasan lentur
jalan, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar
6. Tipikal Penampang Melitang Perkerasan
Lentur
Jalan (Wright 1996)
Berdasarkan gambar di atas, SNn adalah
parameter untuk menentukan ketebalan dari masing-masing lapisan (Dn). Dimana
SN3 (Parameter Ketebalan untuk lapisan 3 atau di Indonesia dikenal dengan nama
Indek Tebal Permukaan) berkaitan dengan ketebalan rencana lapisan 1 (D1),
lapisan 2 (D2) dan lapisan 3 (D3) serta karakteritik material penyusun setiap
lapisan. Kondisi dimaksudkan agar distribusi tekanan dari beban lalu-lintas
yang melalui ban kendaraan, semakin mengecil di lapisan terbawah. Perumusan
umum dari hubungan antara SN dan D dikemukaan oleh AASHTO 1993 (Garder 2002) :
SN3 = a1D1
+ a2D2m2 + a3D3m3
.......................... ( 1 )
dimana:
m2 ,m3 :
koefisien drainage lapisan 1 dan lapisan 2.
a1, a2 , a3
: koefisien dari material penyusun lapisan 1, lapisan 2 dan lapisan3.
D1,D2 ,D3
: ketebalan rencana dari lapisan permukaan, lapisan pondasi atas (base)
dan lapisan pondasi bawah (sub-base)dalam inci.
Di Indonesia, hubungan ini dinyatakan
dalam SNI- 1732-1989 sebagai berikut:
ITP = a1D1
+ a2D2 + a3D3 ....................................
( 2 )
dimana:
a1, a2 , a3
: koef. kekuatan relative bahan perkerasan.
D1,D2 ,D3
: tebal tiap lapisan dalam centimeter.
Pendistribusian tegangan dan suhu yang
ditimbulkan oleh beban lalu-lintas pada perkerasan lentur, secara tipikal dapat
dilihat pada Gambar 4. di bawah ini.
Gambar
7. Tipikal Pendistribusian Tegangan dan
Suhu
pada Perkerasan Lentur (Garber 2002)
Dari gambar 4. diketahui bahwa tegangan dan suhu yang besar berada pada lapisan permukaan. Di dalam perencanaan perkerasan lentur jalan, lapisan permukaan biasanya berupa lapisan aspal. Secara umum, konstruksi interblok sangat tergantung kepada kinerja dari ikatan antar blok (interlocking). Ada 3 (tiga) macam jenis interlok yang dapat terjadi pada konstruksi interblok (Shackel 1980), yaitu:
1. Interlok Vertikal (Vertical
Interlock).
2. Interlok Rotasi (Rotational
Interlock).
3. Interlok Horisontal (Horizontal Interlock)
Interlok vertical terjadi akibat
pendistribusian gaya geser dari beban lalu-lintas kepada setiap blok melalui
pasir di celah antar blok. Interlok rotasi dapat tercipta oleh ketebalan
lapisan interblok yang memadai dan keberadaan Beton Pembatas atau Edge
Restraint (Gambar 9.) dalam menahan gaya lateral dari beban kendaraan.
Sedangkan interlok horisontal, sangat tergantung terhadap pola pemasangan
interblok. Ada
3 (tiga) Jenis Pola Pemasangan (Gambar
8.) yang dapat diterapkan pada konstruksi interblok, yaitu:
1. Pola Herringbone (Pola Tulang
Ikan), untuk lalulintas padat.
2. Pola Basket Weave (Pola Ayaman
Ikar), untuk lalu-lintas sedang.
3. Pola Strecher (Pola Susunan
Bata), untuk lalulintas sedang.
Penggambaran tipe interlock yang terjadi
pada konstruksi interblok dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar
8. Tipe Interlok Konstruksi (Shackel 1980)
Gambar
9. Perspekstif Interblok (Shackel 1980)
Gambar
10. Tiga Jenis Pola Pemasangan Lapisan
Blok
(Aly 2001)
Untuk menentukan tebal konstruksi memakai
SNI No. 03-1732-1989 (Aly 2001), terdapat 2 (dua) kelas interblok, yaitu:
1. Kelas 1 : untuk konstruksi di
Terminal Bus, Container Yard, Taxiway.
2. Kelas 2 : untuk konstruksi di Tempat
Parkir, Garasi, Taman dan Trotoar.
Dimana masing-masing kelas memiliki
Nomogram Perencanaan yang berbeda-beda, yaitu:
1. Nomogram I (IPo = 4,2 dan IPt = 2,5)
dengan Angka Ekivalen Sumbu Kendaraan lebih besar dari 103, untuk Kelas 1.
2. Nomogram II (IPo = 4,2 dan IPt = 2,0)
dengan Angka Ekivalen Sumbu Kendaraan lebih kecil dari 103 untuk Kelas 2.
Penggambaran Nomogram Perencanaan dan
Tipikal Ketebalan Konstruksi Interblok dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar
12.
Gambar
11. Nomogram Perencanaan Konstruksi
Interblok
(Aly 2001)
Gambar
12. Tipikal Ketebalan Lapisan pada
Konstruksi
Interblok (Aly 2001)
Berdasarkan SNI 1732 – 1989 – F, IP
adalah Indeks permukaaan yang menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan
serta kekokohan permukaan-yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi
lalu-lintas yang lewat. Pada konstruksi jalan lentur, dikenal ada 2 (dua) nilai
IP, yaitu: IPo dan IPt. IPo adalah Indeks Permukaan pada awal umur rencana
perkerasan jalan dan IPt adalah Indeks Permukaan pada akhir umur rencana. Di
dalam perkerasan lentur jalan, nilai IPo terbesar adalah > (lebih besar atau
sama dengan) 4. Sedangkan di dalam konstruksi interblok, nilai IPo terbesar
adalah 4,2. Dari penentuan terhadap nilai IPo, diketahui bahwa didalam
perencanaannya, baik konstruksi interblok maupun konstruksi perkerasan lentur
jalan, menginginkan kekuatan yang sama pada konstruksi jalan dan permukaan yang
stabil. Berdasarkan SNI 1732 – 1989 – F, nilai IPt berkisar antara 1,0 – 2,5.
Adapun kondisi permukaan dan konstruksi jalan yang diinginkan berdasarkan nilai
Ipt tersebut adalah sebagai berikut:
1. IPt = 1,0; menyatakan permukaan jalan
dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
2. IPt = 1,5; menyatakan tingkat
pelayanan terrendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
3. IPt = 2,0; menyatakan tingkat pelayanan
rendah,namun konstruksi jalan mulai mengalami kerusakan.
4. IPt = 2,5; menyatakan tingkat
pelayanan yang baik dan konstruksi jalan masih baik.
Di dalam perencanaan konstruksi
interblok, nilai Ipt berada pada IPt = 2,0 dan IPt = 2,5. NIlai IPt tersebut
membarikan gambaran bahwa konstruksi interblok hanya dapat dipergunakan untuk
lalu-lintas kendaraan pada konstruksi yang masih cukup baik, dimana beton
pembatas masih berfungsi dengan baik namun hanya beberapa blok yang mengalami
kerusakan.
D.
Pemasangan
Konstruksi Interblok.
Pertama-tama yang diperlukan adalah
lapisan pondasi atas dan lapisan pondasi bawah, setelah pemasangan beton
pembatas (Aly, 2002). Pemasangan beton pembatas harus melalui tahap-tahap
berikut ini:
1. Pembuatan pondasi untuk beton pembatas.
2. Pengadaan benang pembuat lurus untuk
menjadi acuan pemasangan beton pembatas, dan
3. Setiap 10 (sepuluh) meter pemasangan
beton pembatas harus segera dibuat beton penyokong.
Setelah beton pembatas sudah terpasang
di kanan-kiri jalur jalan, lalu dilakukan pemasangan pasir, sebagai alas
lapisan blok. Pemasangan pasir alas, yang menjadi acuan adalah:
1. Ketebalan pasir harus seragam, yaitu:
3 – 4 cm.
2. Tidak diperkenankan beda ketebalan
pasir disepanjang jalur jalan.
3. Pasir yang dipergunakan adalah pasir
hasil pengayakan.
Pekerjaan selanjutnya, setelah pembuatan
pondasi, pemasangan beton pembatas dan pemasangan pasir alas adalah pemasangan
blok-blok interblok. Di dalam pemasangan blok-blok interblok, terdapat 4
(empat) pola pemasangan yang dapat dilihat di bawah ini.
Gambar
13. Pola Pemasangan Interblok (Aly 2002)
Dalam pemasangan blok-blok, selain
memperhatikan pola pemasangan, perlu diketahui pula bahwa:
1. Penggetaran, baru dapat dilakukan
setelah blok-blok yang terpasang sudah mencapai luas 20 – 30 m2.
2. Penggetaran harus dihentikan, minimum
1,5 meter dari ujung blok terpinggir.
3. Penggetaran membentuk lajur-lajur
tersendiri dalam arah melintang dan horizontal.
Pemasangan pasir pengisi di celah-celah
blok, dapat dilakukan apabila seluruh lapisan blok sudah terpasang dan sudah
mengalami penggetaran.
E.
Pemeliharaan
Konstruksi Interblok.
Pengertian pemeliharaan
pada konstruksi interblok adalah segala aktifitas perbaikan atas
kerusakankerusakan ringan terhadap komponen-komponen konstruksi interblok,
untuk menghindari terjadinya kerusakan total dari konstruksi tersebut (Aly
2001). Kerusakan total konstruksi interblok biasanya ditunjukkan dengan
melemahnya interlocking. Beberapa kerusakan yang dapat membuat
interlocking melemah, adalah sebagai berikut:
1. Adanya beberapa blok yang pecah.
2. Interlok horizontal terganggu.
3. Interlok vertical terganggu.
4. Interlok rotasi terganggu.
Secara garis besar,
pemeliharaan konstruksi interblok mengacu terhadap pemeliharaan bagian-bagian
dari konstruksi yang dapat mempertahankan interlocking berperan dengan
baik. Bagian-bagian dari konstruksi interblok yang mendapat perhatian di
masa pemeliharaan adalah:
1. Blok-blok konstruksi.
2. Beton Pembatas.
3. Pasir Pengisi.
4.
Pola Pemasangan.
BAB III
KESIMPULAN
Konstruksi interblok adalah konstruksi
perkerasan lentur yang menjadikan interblok sebagai bahan lapis permukaan,
sedangkan lapisan pondasi (base dan subbase) memiliki persyaratan
dan fungsi yang sama dengan perkerasan lentur jalan lainnya. Kekuatan utama konstruksi interblok terletak pada kemampuan mempertahankan interlocking antar
blok, baik arah horisontal maupun arah vertikal. Konstruksi interblok memiliki
prinsip yang sama dengan perkerasan lentur jalan dengan 3 (tiga) lapisan, di
dalam mendistribusi beban lalu- lintas. suhu perkerasan dan ketebalan dari
masing-masing lapisan.
Konstruksi interblok
sangat tergantung kepada kinerja dari ikatan antar blok (interlocking).
Ada 3 (tiga) macam jenis interlok yang dapat terjadi pada konstruksi interblok
(Shackel 1980), yaitu:
1. Interlok Vertikal (Vertical
Interlock).
2. Interlok Rotasi (Rotational
Interlock).
3. Interlok Horisontal (Horizontal
Interlock)
Kerusakan total
konstruksi interblok biasanya ditunjukkan dengan melemahnya interlocking.
Beberapa kerusakan yang dapat membuat interlocking melemah, adalah sebagai
berikut:
1. Adanya beberapa blok yang pecah.
2. Interlok horizontal terganggu.
3. Interlok vertical terganggu.
4. Interlok rotasi terganggu.
Secara garis besar, pemeliharaan
konstruksi interblok mengacu terhadap pemeliharaan bagian-bagian dari
konstruksi yang dapat mempertahankan interlocking berperan dengan baik.
0 comments:
Post a Comment