Sunday, 13 May 2018

Konstruksi Interblok


BAB I
PENDAHULUAN
                A.    Latar Belakang
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan - lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan – lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya. Konstruksi perkerasan terdiri dari :
1.      Lapisan permukaan (surface course)
2.      Lapisan pondasi atas (base course)
3.      Lapisan pondasi bawah (subbase course)
4.      Lapisan tanah dasar (subgrade)
Konstruksi interblok adalah konstruksi perkerasan lentur yang menjadikan interblok sebagai bahan lapis permukaan, sedangkan lapisan pondasi (base dan subbase) memiliki persyaratan dan fungsi yang sama dengan perkerasan lentur jalan lainnya. Interblok atau yang lebih dikenal sebagai Concrete Blok Pavement (CBP), pertama kali diperkenalkan di Negeri Belanda awal tahun 1950 sebagai pengganti konstruksi perkerasan jalan yang memakai batu dari tanah liat yang dibakar (Van der Vlist 1980). Secara umum, bentuk interblok yang indah, serta mahalnya aspal sebagai bahan perkerasan lentur dan biaya konstruksi dan perawatan perkerasan lentur jalan, menyebabkan perencana jalan memilih konstruksi interblok sebagai konstruksi inovatif perkerasan lentur jalan. Kekuatan dan ketahanan serta bentuk yang indah, membuat Konstruksi Interblok menjadi cocok untuk dipergunkan di daerah komersial, di daerah pemerintahan dan di daerah industri.
Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja. Lapisan permukaan berfungsi sebagai :
1.      Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2.      Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan – lapisan tersebut.
3.      Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4.      Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan  lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.

                 B.     Perumusan Masalah.
1.      Apa keuntungan dan kelebihan konstruksi interblok?
2.      Berapa besar kapasitas konstruksi interblok?
3.      Bagaimanakah perkerasan lentur interblok?
4.      Bagaimana cara pemasangan konstruksi interblok?
5.      Bagaimana cara pemeliharaan konstruksi interblok?


  
BAB II
PEMBAHASAN

                A.    Kelebihan dan Kekurangan Konstruksi Interblok.
Beberapa keuntungan atau kelebihan daripada konstruksi interblok di Indonesia adalah kemudahan mendapatkan bahan dasar di pasaran, mengunakan tenaga kerja manusia dalam jumlah besar, peralatan yang sederhana, ketersedian alternatif dari segi bentuk yang dapat memenuhi selera konsumen, serta kemudahan di dalam perawatan (Aly 2001). Secara menyeluruh, kelebihan yang didapatkan pada konstruksi interblok, menurut Shackel (1950), adalah :
1.      Tiap blok (seperti batu-bata) dapat mudah digant sebagian tanpa merusak konstruksi perkerasan secara menyeluruh.
2.      Perbaikan lapisan tanah dasar yang mengalami penurunan, mudah dilakukan.
3.      Bentuk, ukuran, warna serta pola pemasangan blok dapat mudah disesuaikan/ diatur.
4.      Dapat membentuk suatu daerah tertentu, dengan menggunkan warna blok tertentu.
5.      Membutuhkan sedikit peralatan dan metoda konstruksi sederhana, sehingga tidak perlu tenaga kerja dengan keahlian khusus.
6.      Biaya perawatannya minimum.
7.      Blok, kuat dan awet (tahan lama) karena tahan abrasi, tumpahan bahan bakar dan minyak.
8.      Mampu menahan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan membelok dan mengerem kendaraan.
9.      Konstruksi interblok dapat memikul lendutan yang lebih besar, dibandingkan perkerasan kaku.
10.  Pengadaan lajur lalu-lintas atau jalur jalan raya relatif lebih cepat dibanding perkerasan lentur lain ataupun perkerasan kaku, sesuai untuk mengatasi pertumbuhan lalu-lintas.
Beberapa kekurangan dari konstruksi interblok yang perlu diketahui dan diupayakan peminimalan dampak yang timbul. Menurut Aly (2001) kekurangan dari konstruksi interblok tersebut, antara lain:
1.      Bilamana diperlukan perkuatan lapisan pondasi (base dan sub-base), satu-satunya adalah dengan melakukan pembongkaran sepanjang konstruksi.
2.       Jika ikatan antar blok (interlocking) menurun, maka kekokohan konstruksi jadi menurun pula.
3.      Bilamana terjadi kerusakan kecil, seperti: bentuk blok, ikatan antar blok, maka kerusakan tersebut
akan berdampak pada keseluruhan konstruksi.
Selain itu, kecepatan kendaraan di atasnya secara umum dibatasi antara 50 – 60 km/jam.

                 B.     Kapasitas Konstruksi Interblok
        Kekuatan utama konstruksi interblok terletak pada kemampuan mempertahankan                            interlocking antar blok, baik arah horisontal maupun arah vertikal (Aly 2001). Komponen                    konstruksi interblok yang berperan utama mempertahankan interlocking adalah kanstein.
 
Gambar 1. Keberadaan Kanstein (Aly 2001)

Fungsi batu / beton pembatas adalah mempertahankan kekuatan konstruksi interblok agar tidak bergerak atau bergeser arah horizontal, sehingga kesatuan interblok dapat saling bekerja sama memikul beban lalu-lintas kendaraan. Adanya kanstein merupakan implementasi prinsip kekokohan konstruksi jalan pada perkerasan jalan jenis Telford yang merupakan salah satu jenis konstruksi jalan perkerasan lentur. Prinsip distribusi beban lalu-lintas kendaraan dan keberfungsian kanstein dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Kanstein Telford Bekerja (Aly 2001)
Bila kanstein gagal (failure) memikul beban horisontal, maka keberadaan konstruksi keseluruhan akan gagal juga menanggung beban lalu-lintas di atasnya. Seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3. Kanstein yang Gagal (Aly 2001)
Konstruksi interblok yang memiliki kekuatan dan kekokohan yang baik, serta tahan beberapa bahan kimia, membuatnya dapat dipergunakan di daerah – daerah yang memiliki beban barang dan peralatan yang amat berat (ultra-heavy duty areas), seperti: kawasan industri, daerah bongkar-muat kontainer, terminal penumpang bandara, daerah perparkiran. Konstruksi Interblok memiliki kekuatan dan kekokohan yang baik, menurut Aly (2001) adalah:
1. Kuat tekan minimum beton adalah K-350.
2. Pembatasan dimensi blok, dimana:
a. Ketebalan: 6,0 – 12,0 cm.
b. Luas permukaan < 0,09 m2.
c. Kerataan permukaan: 3 mm / meter.
3. Compressive Strength Block adalah 30 N / mm,
sedangkan tekanan pada tumbuan container sebesar 13 N / mm. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja konstruksi Interblok dapat dilihat pada Tabel 1.




               C.    Perkerasan Lentur Interblok.
         Secara umum, konstruksi interblok terlihat seperti gambar berikut ini:


Gambar 4. Konstruksi Interblok (Aly 2001).

Untuk daerah yang dilalui lalu-lintas kendaraan bongkat-muat dengan kapasitas besar (heavy industrial traffic), dimensi konstruksi interblok dapat dibuat seperti gambar berikut ini.

Gambar 5. Konstruksi Interblok di Heavy Industrial
Traffic.(Hasan bin Md. Nor 2005)

Konstruksi interblok memiliki prinsip yang sama dengan perkerasan lentur jalan dengan 3 (tiga) lapisan, di dalam mendistribusi beban lalu-lintas, suhu perkerasan dan ketebalan dari masing-masing lapisan. Di dalam metoda perkerasan lentur dengan 3 (tiga) lapisan, memiliki:
a. Lapisan Permukaan (Surface Course)
b. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
c. Lapisan Pondasi Bawah (Sub-base Course), dan
d. Lapisan tanah dasar.
Penggambaran lapisan perkerasan lentur jalan, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6. Tipikal Penampang Melitang Perkerasan
Lentur Jalan (Wright 1996)

Berdasarkan gambar di atas, SNn adalah parameter untuk menentukan ketebalan dari masing-masing lapisan (Dn). Dimana SN3 (Parameter Ketebalan untuk lapisan 3 atau di Indonesia dikenal dengan nama Indek Tebal Permukaan) berkaitan dengan ketebalan rencana lapisan 1 (D1), lapisan 2 (D2) dan lapisan 3 (D3) serta karakteritik material penyusun setiap lapisan. Kondisi dimaksudkan agar distribusi tekanan dari beban lalu-lintas yang melalui ban kendaraan, semakin mengecil di lapisan terbawah. Perumusan umum dari hubungan antara SN dan D dikemukaan oleh AASHTO 1993 (Garder 2002) :

SN3 = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3 .......................... ( 1 )
dimana:
m2 ,m3 : koefisien drainage lapisan 1 dan lapisan 2.
a1, a2 , a3 : koefisien dari material penyusun lapisan 1, lapisan 2 dan lapisan3.
D1,D2 ,D3 : ketebalan rencana dari lapisan permukaan, lapisan pondasi atas (base) dan lapisan pondasi bawah (sub-base)dalam inci.
Di Indonesia, hubungan ini dinyatakan dalam SNI- 1732-1989 sebagai berikut:
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 .................................... ( 2 )
dimana:
a1, a2 , a3 : koef. kekuatan relative bahan perkerasan.
D1,D2 ,D3 : tebal tiap lapisan dalam centimeter.
Pendistribusian tegangan dan suhu yang ditimbulkan oleh beban lalu-lintas pada perkerasan lentur, secara tipikal dapat dilihat pada Gambar 4. di bawah ini.

Gambar 7. Tipikal Pendistribusian Tegangan dan
Suhu pada Perkerasan Lentur (Garber 2002)

Dari gambar 4. diketahui bahwa tegangan dan suhu yang besar berada pada lapisan permukaan. Di dalam perencanaan perkerasan lentur jalan, lapisan permukaan biasanya berupa lapisan aspal. Secara umum, konstruksi interblok sangat tergantung kepada kinerja dari ikatan antar blok (interlocking). Ada 3 (tiga) macam jenis interlok yang dapat terjadi pada konstruksi interblok (Shackel 1980), yaitu:
1. Interlok Vertikal (Vertical Interlock).
2. Interlok Rotasi (Rotational Interlock).
3. Interlok Horisontal (Horizontal Interlock)
Interlok vertical terjadi akibat pendistribusian gaya geser dari beban lalu-lintas kepada setiap blok melalui pasir di celah antar blok. Interlok rotasi dapat tercipta oleh ketebalan lapisan interblok yang memadai dan keberadaan Beton Pembatas atau Edge Restraint (Gambar 9.) dalam menahan gaya lateral dari beban kendaraan. Sedangkan interlok horisontal, sangat tergantung terhadap pola pemasangan interblok. Ada
3 (tiga) Jenis Pola Pemasangan (Gambar 8.) yang dapat diterapkan pada konstruksi interblok, yaitu:
1. Pola Herringbone (Pola Tulang Ikan), untuk lalulintas padat.
2. Pola Basket Weave (Pola Ayaman Ikar), untuk lalu-lintas sedang.
3. Pola Strecher (Pola Susunan Bata), untuk lalulintas sedang.
Penggambaran tipe interlock yang terjadi pada konstruksi interblok dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 8. Tipe Interlok Konstruksi (Shackel 1980)


Gambar 9. Perspekstif Interblok (Shackel 1980)



Gambar 10. Tiga Jenis Pola Pemasangan Lapisan
Blok (Aly 2001)

Untuk menentukan tebal konstruksi memakai SNI No. 03-1732-1989 (Aly 2001), terdapat 2 (dua) kelas interblok, yaitu:
1. Kelas 1 : untuk konstruksi di Terminal Bus, Container Yard, Taxiway.
2. Kelas 2 : untuk konstruksi di Tempat Parkir, Garasi, Taman dan Trotoar.
Dimana masing-masing kelas memiliki Nomogram Perencanaan yang berbeda-beda, yaitu:
1. Nomogram I (IPo = 4,2 dan IPt = 2,5) dengan Angka Ekivalen Sumbu Kendaraan lebih besar dari 103, untuk Kelas 1.
2. Nomogram II (IPo = 4,2 dan IPt = 2,0) dengan Angka Ekivalen Sumbu Kendaraan lebih kecil dari 103 untuk Kelas 2.
Penggambaran Nomogram Perencanaan dan Tipikal Ketebalan Konstruksi Interblok dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.


Gambar 11. Nomogram Perencanaan Konstruksi
Interblok (Aly 2001)

Gambar 12. Tipikal Ketebalan Lapisan pada
Konstruksi Interblok (Aly 2001)
Berdasarkan SNI 1732 – 1989 – F, IP adalah Indeks permukaaan yang menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan-yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Pada konstruksi jalan lentur, dikenal ada 2 (dua) nilai IP, yaitu: IPo dan IPt. IPo adalah Indeks Permukaan pada awal umur rencana perkerasan jalan dan IPt adalah Indeks Permukaan pada akhir umur rencana. Di dalam perkerasan lentur jalan, nilai IPo terbesar adalah > (lebih besar atau sama dengan) 4. Sedangkan di dalam konstruksi interblok, nilai IPo terbesar adalah 4,2. Dari penentuan terhadap nilai IPo, diketahui bahwa didalam perencanaannya, baik konstruksi interblok maupun konstruksi perkerasan lentur jalan, menginginkan kekuatan yang sama pada konstruksi jalan dan permukaan yang stabil. Berdasarkan SNI 1732 – 1989 – F, nilai IPt berkisar antara 1,0 – 2,5. Adapun kondisi permukaan dan konstruksi jalan yang diinginkan berdasarkan nilai Ipt tersebut adalah sebagai berikut:
1. IPt = 1,0; menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
2. IPt = 1,5; menyatakan tingkat pelayanan terrendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
3. IPt = 2,0; menyatakan tingkat pelayanan rendah,namun konstruksi jalan mulai mengalami kerusakan.
4. IPt = 2,5; menyatakan tingkat pelayanan yang baik dan konstruksi jalan masih baik.
Di dalam perencanaan konstruksi interblok, nilai Ipt berada pada IPt = 2,0 dan IPt = 2,5. NIlai IPt tersebut membarikan gambaran bahwa konstruksi interblok hanya dapat dipergunakan untuk lalu-lintas kendaraan pada konstruksi yang masih cukup baik, dimana beton pembatas masih berfungsi dengan baik namun hanya beberapa blok yang mengalami kerusakan.


                  D.    Pemasangan Konstruksi Interblok.
         Pertama-tama yang diperlukan adalah lapisan pondasi atas dan lapisan pondasi bawah,                setelah pemasangan beton pembatas (Aly, 2002). Pemasangan beton pembatas harus melalui                tahap-tahap berikut ini:
1. Pembuatan pondasi untuk beton pembatas.
2. Pengadaan benang pembuat lurus untuk menjadi acuan pemasangan beton pembatas, dan
3. Setiap 10 (sepuluh) meter pemasangan beton pembatas harus segera dibuat beton penyokong.
Setelah beton pembatas sudah terpasang di kanan-kiri jalur jalan, lalu dilakukan pemasangan pasir, sebagai alas lapisan blok. Pemasangan pasir alas, yang menjadi acuan adalah:
1. Ketebalan pasir harus seragam, yaitu: 3 – 4 cm.
2. Tidak diperkenankan beda ketebalan pasir disepanjang jalur jalan.
3. Pasir yang dipergunakan adalah pasir hasil pengayakan.
Pekerjaan selanjutnya, setelah pembuatan pondasi, pemasangan beton pembatas dan pemasangan pasir alas adalah pemasangan blok-blok interblok. Di dalam pemasangan blok-blok interblok, terdapat 4 (empat) pola pemasangan yang dapat dilihat di bawah ini.





Gambar 13. Pola Pemasangan Interblok (Aly 2002)

Dalam pemasangan blok-blok, selain memperhatikan pola pemasangan, perlu diketahui pula bahwa:
1. Penggetaran, baru dapat dilakukan setelah blok-blok yang terpasang sudah mencapai luas 20 – 30 m2.
2. Penggetaran harus dihentikan, minimum 1,5 meter dari ujung blok terpinggir.
3. Penggetaran membentuk lajur-lajur tersendiri dalam arah melintang dan horizontal.
Pemasangan pasir pengisi di celah-celah blok, dapat dilakukan apabila seluruh lapisan blok sudah terpasang dan sudah mengalami penggetaran.

                  E.     Pemeliharaan Konstruksi Interblok.
Pengertian pemeliharaan pada konstruksi interblok adalah segala aktifitas perbaikan atas kerusakankerusakan ringan terhadap komponen-komponen konstruksi interblok, untuk menghindari terjadinya kerusakan total dari konstruksi tersebut (Aly 2001). Kerusakan total konstruksi interblok biasanya ditunjukkan dengan melemahnya interlocking. Beberapa kerusakan yang dapat membuat interlocking melemah, adalah sebagai berikut:
1. Adanya beberapa blok yang pecah.
2. Interlok horizontal terganggu.
3. Interlok vertical terganggu.
4. Interlok rotasi terganggu.
Secara garis besar, pemeliharaan konstruksi interblok mengacu terhadap pemeliharaan bagian-bagian dari konstruksi yang dapat mempertahankan interlocking berperan dengan baik. Bagian-bagian dari konstruksi interblok yang mendapat perhatian di masa pemeliharaan adalah:
1. Blok-blok konstruksi.
2. Beton Pembatas.
3. Pasir Pengisi.
4. Pola Pemasangan.
BAB III
KESIMPULAN

       Konstruksi interblok adalah konstruksi perkerasan lentur yang menjadikan interblok                     sebagai bahan lapis permukaan, sedangkan lapisan pondasi (base dan subbase) memiliki                     persyaratan dan fungsi yang sama dengan perkerasan lentur jalan lainnya. Kekuatan utama                   konstruksi interblok terletak pada kemampuan mempertahankan interlocking antar blok, baik               arah horisontal maupun arah vertikal. Konstruksi interblok memiliki prinsip yang sama                       dengan perkerasan lentur jalan dengan 3 (tiga) lapisan, di dalam mendistribusi beban lalu-                   lintas. suhu perkerasan dan ketebalan dari masing-masing lapisan.
Konstruksi interblok sangat tergantung kepada kinerja dari ikatan antar blok (interlocking). Ada 3 (tiga) macam jenis interlok yang dapat terjadi pada konstruksi interblok (Shackel 1980), yaitu:
1. Interlok Vertikal (Vertical Interlock).
2. Interlok Rotasi (Rotational Interlock).
3. Interlok Horisontal (Horizontal Interlock)
Kerusakan total konstruksi interblok biasanya ditunjukkan dengan melemahnya interlocking. Beberapa kerusakan yang dapat membuat interlocking melemah, adalah sebagai berikut:
1. Adanya beberapa blok yang pecah.
2. Interlok horizontal terganggu.
3. Interlok vertical terganggu.
4. Interlok rotasi terganggu.
Secara garis besar, pemeliharaan konstruksi interblok mengacu terhadap pemeliharaan bagian-bagian dari konstruksi yang dapat mempertahankan interlocking berperan dengan baik.
                       



0 comments:

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *