PENDAHULUAN
Terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota bersamaan pula dengan berkembangnya masalah transportasi yang terjadi, sehingga masalah ini akan selalu membayangi perkembangan suatu wilayah perkotaan. Permasalahan ini bukan saja menyangkut pada kenyamanan sistem transportasi yang terganggu (kepadatan, kemacetan, keterlambatan, parkir dan lain-lain.), namun juga dapat meningkatkan pencemaran lingkungan melalui meningkatnya gas buang dari kendaraan bermotor serta merupakan suatu bentuk pemborosan energi yang sia-sia. Jadi dapat dilhat, bahwa permasalahan transportasi ini merupakan suatu permasalahan kompleks yang
melibatkan banyak aspek, pihak dan sistem yang terkait sehingga dalam pemecahan permasalahan tersebut memerlukan suatu pemecahan yang comprehensive dan terpadu yang melibatkan semua unsur dan aktor dalam pembangunan kota.
Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka maupun kebutuhan lainnya membutuhkan suatu alat perhubungan yang disebut dengan alat transportasi. Dengan adanya alat transportasi, maka pergerakan lalu lintas menjadi lebih cepat, aman, nyaman dan terintegrasi. Sarana transportasi (alat angkut) berkembang mengikuti fenomena yang muncul akibat adanyha pengembangan sumberdaya seperti penemuan teknologi baru, perkembangan struktur masyarakat, dan peningkatan pertumbuhan.
Perangkutan merupakan kebutuhan terpenting masyarakat. Tidak hanya masyarakat modern yang sebagian besar memiliki tingkat mobilitas yang tinggi dan memiliki kebutuhan yang bermacam-macam, namun masyarakat sederhana juga memiliki kebutuhan akan perangkutan. Perangkutan antara masyarakat modern dan masyarakat sederhana memiliki perbedaan. Perbedaan itu terletak di teknologi perangkutan yang digunakan.
Teknologi perangkutan mulai maju sejak terjadinya revolusi industri. Peranan hewan dalam perangkutan sudah tidak begitu penting walaupun masih belum ditinggalkan sepenuhnya. Teknologi perangkutan mulai berkembang pesat. Ditemukannya mesin uap, menjadi cikal bakal ditemukannya alat angkut masal seperti kereta uap. Pada abad 20, wajah perangkuatan sudah semakin berubah. Kendaraan bermotor memenuhi ruas jalan. Kecepatan menjadi berlipat ganda dan daya jelajah menjadi tak terbatas. Namun, kemajuan teknologi tersebut juga mendatangkan beberapa masalah yang tidak mudah untuk dipecahkan, diantaranya adalah kemacetan akibat banyaknya kendaraan yang beroperasi namun tidak didukung dengan prasarana yang memadai.
Fungsi sektor transportasi akan merangsang peningkatan pembangunan karena antara fungsi sektor transportasi dan pembangunan mempunyai hubungan kausal (timbal balik). Pemerintah harus menerapkan kebijakan sosial dan kebijakan teknis yang dapat mengembangkan pola transportasi nasional yang dapat melayani kebutuhan masyarakat secara baik dan terpadu. Kebijakan sosial pemerintah memiliki dampak terhadap sistem transportasi nasional dan industri transportasi itu sendiri.
Di banyak kota-kota besar, transportasi melalui jalan merupakan moda yang paling dominan dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Dari sejumlah angkutan yang melalui jalan tersebut, penggunaan kendaraan pribadi cenderung lebih dominan dari pada kendaraan angkutan umum. Untuk terwujudnya lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, nyaman, cepat, tertib dan menjangkau seluruh wilayah daratan dibutuhkan manajemen transportasi yang antara lain meliputi pengembangan moda transportasi, penataan frekuensi dan jarak perjalanan lalu lintas kendaraan, bahan bakar yang digunakan, dan pengaturan serta pembinaan terhadap kendaraan bermotor dan kendaraan angkutan umum.
Tingkat kepadatan lalu lintas di kota-kota besar sampai saat ini masih menjadi masalah khususnya pada upaya pengendalian pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi di kota-kota besar ini tidak saja menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas tetapi juga menimbulkan masalah lain seperti kecelakaan lalu lintas , polusi udara, dan kebisingan. Sekitar 87 % kontribusi pencemaran udara berasal dari sektor transportasi.
Permasalahan lainnya adalah semakin tingginya volume kegiatan transportasi di perkotaan antara lain Kemacetan lalu lintas yang semakin serius. Biaya yang dikeluarkan akibat kemacetan menurut data dari Ditjen Perhubungan Darat adalah sekitar Rp. 10 triliun per tahun. Kemacetan umumnya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya dan akibatnya terjadi inefisiensi sistem jaringan transportasi yang ada di wilayah perkotaan. Selain itu, waktu dan jarak tempuh yang lebih panjang akibat kemacetan telah menimbulkan kerugian ekonomi
Pengembangan wilayah harus terintegrasi dengan pengembangan jaringan transportasi. Antara perencanaan pengembangan wilayah dan pengembangan sistem tranportasi harus saling berinteraksi dan mempengaruhi. Pengembangan wilayah di suatu daerah akan menciptakan atau menimbulkan sistem tarnsportasi yang baru, demikian pula sebaliknya, pembuatan jaringan trasnportasi akan memicu tumbuhnya wilayah-wilayah terbangun. Dalam hal ini sangat dibutuhkan pengembangan secara terpadu, baik kawasan permukiman baru maupun jaringan transportasi beserta moda transportasinya.
Isu mengenai dampak lingkungan muncul sejak mobil berbahan bakar fosil populer digunakan oleh masyarakat umum. Pertumbuhan kendaraan bermotor semakin tidak bisa ditekan. Semakin maju suatu negara, maka membuat daya beli masyarakatnya pun semakin meningkat. Keinginan setiap manusia untuk memilki kendaraan pribadi semakin tidak dapat dihindari. Fenomena urban sprawl (pelebaran kota) yang terjadi hampir di seluruh dunia telah membuat pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi semakin meningkat cepat. Jauhnya jarak rumah dengan tempat berkatifitas akan membuat masyarakat membutuhkan kendaraan pribadi. Akibatnya kemacetan menjadi suatu konsekuensi logis.
Kebutuhan masyarakat akan transportasi sulit untuk dihilangkan. Kita membutuhkan suatu transportasi berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Istilah transportasi berkelanjutan sendiri berkembang sejalan dengan munculnya terminologi pembangunan berkelanjutan pada tahun 1987 (World Commission on Environment and Development, United Nation). Secara khusus transportasi berkelanjutan diartikan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya.
Masalah transportasi seringkali berbenturan dengan kaidah-kaidah lingkungan terutama masalah penscemaran yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan.Berbagai isu dari permasalahan transportasi yang muncul pada akhir-akhir ini adalah pembangunan transportasi tidak ramah lingkungan, salah satu contohnya adalah polusi udara akibat gas buang kendaraan bermotor serta konsumsi energi Bahan Bakar Minyak (BBM) . Hasil penelitian Bapedal (2002) menunjukan bahwa kendaraan bermotor di Jakarta memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90%. Kondisi serupa tidak hanya dialami di Jakarta saja, beberapa kota besar lainnya seperti Surabaya, Bandung, Malang, dan lain-lain juga mengalami pencemaran udara akibat kendaraaan bermotor.
Selain masalah lingkungan, masalaih lainnya yang muncul akibat tinggnya jumlah kendaraan pribadi adalah bertambahnya konsumsi lahan untuk parkir dan timbulnya kemacetan lalu lintas yang sering menyebabkan kecelakaan. Masalah-masalah tersebut merupakan masalah yang sangat kompleks dan berpengaruh besar terhadap tata ruang wilayah. Oleh karena itu diperlukan perencanaan kota yang berkelanjutan yang memiliki sisitem transportasi yang berkelanjutan pula.
Di Indonesia, secara umum masih belum memenuhi kriteria transportasi yang berkelanjutan. Hal tersebut ditandai dengan rendahnya kualitas jalan raya, rendahnya kualitas angkutan umum, meningkatnya angka kecelakaan, kemacetan di jalan-jalan utama, meningkatnya polusi, dan transportasi yang berbiaya tinggi.
Permasalahan transportasi perlu perlu segera diatasi agar permasalahn yang ada tidak semakin kompleks. Penerapan sistem transportasi berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan. Sistem ini akan lebih mudah terwujud pada sistem yang berbasispada penggunaan kendaraan angkutan umum. Secara umum konsep transportasi berkelanjutan merupakan gerakan yang mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam upaya memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Dalam konteks perencanaan kota, konsep tersebut diartikan sebagai upaya peningkatan fasilitas bagi komunitas bersepeda, pejalan kaki, fasilitas komunikasi, maupun penyediaan transportasi umum massal yang murah dan ramah lingkungan seperti KA listrik maupun angkutan umum lainnya yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Adanya damppak-dampak yang ditimbulkan oleh adanya moda transportasi saat ini seperti kebisingan, pilusi udara, kecelakaan lalulintas, dan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan masyaraakat. Perncanaan dan pembuatan sistem transportasi yang ramah lingkungan merupakan suatu upaya dalam rangka mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan transportasi yang ada saat ini.
TINJAUAN TEORI
A. Transportasi
Perangkutan merupakan kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan). Masalah yang perlu diperhatikan dalam perangkutan adalah keseimbangan antara kapasitas moda angkutan (armada) dengan jumlah (volume) barang maupun orang yang memerlukan angkutan. Apabila volume barang maupun orang lebih besar dari jumlah moda angkutan, maka akan banyak barang maupun orang yang tidak terangkut dan dapat menghambat arus mobilitas barang maupun orang (Warpani,1990). Unsur-unsur pokok dari perangkutan adalah
1. Manusia
Manusia memerlukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pergerakan manusia akan terbatas tanpa adanya sarana pergerakan seperti kendaraan atau angkutan. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam hal membayar biaya angkutan dan memiliki hasrat bepergian yang berbeda-beda. Hal tersebut mempengaruhi pilihan setiap orang dalam memilih system perangkutan.
2. Barang
Karakteristik barang akan mempengaruhi jenis moda angkutan yang digunakan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari bentuk, jenis, nilai, berat dan ukuran barang. Moda angkutan yang dipilih haruslah aman untuk membawa barang menuju tempat tujuan.
3. Kendaraan
Banyak cara bergerak “alami”, namun kesemuanya tersebut masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat modern. Masyarakat saat ini seringkali dituntut memiliki mobilitas yang sangat besar. Dalam memilih jenis angkutan, hendaknya memperhatikan beberapa syarat yakni
a. terjaminnya kualitas dan kuantitas muatan
b. kekuatan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut muatan dan untuk mempercepat atau memperlambat kendaraan, berada pada kecepatan balik yang wajar hal ini bertujuan agar muatan dapat bergerak tanpa berbenturan sepanjang perjalanan.
4. Jalan
Komponen system perangkutan yang pokok adalah prasarana (jalan) dan sarana (kendaraan). Masalah yang sering kali muncul adalah fungsi terminal dapat muncul hamper di sepanjang lintasan jalan. Di daerah yang belum cukup berkembang hal ini sering terjadi ; kereta rel, bus, truk, dapat dihentikan menurut keinginan penumpang.
5. Organisasi
Untuk mengelola kegiatan perangkutan, diperlukan suatu organisasi agar kegiatan perangkutan dapat berjalan lancer. Kegiatan perangkutan selalu melibatkan banyak lembaga karena fungsi dan peran masing-masing tak mungkin seluruhnya ditangani oleh satu lembaga saja. Di Indonesia pada tingkat nasional, masalah perangkutan menyangkut beberapa department, seperti Departement Pekerjaan Umum, Departement Perhubungan, Departement Dalam Negeri, Departement Pertahanan dan Keamanan, serta Departement Keuangan. (Warpani,1990)
B. Transportasi Berkelanjutan
Menurut World Commission on Environment and Development, United Nationsecara khusus transportasi berkelanjutan diartikan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Transportasi berkelanjutan juga merupakan suatu transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten dengan memperhatikan: (a) penggunaan sumberdaya terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya; dan (b) penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan.
Pembangunan sistim transportasi yang berkelanjutan, merupakan salah satu asas dasar dalam pembangunan trasnportasi di Indonesia. Hal ini tertuang dalam pasal 2 UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan angkutan jalan. Dalam penerapanya secara teknis kini mulai diadakan kebijakan untuk mengatur keberlanjutan dari sistim transportasi antara lain;
1. Kebijakan emisi kendaraan, yaitu pengendalian emisi atau gas buang dari sumber kenderaan bermotor.
2. Kebijakan bahan bakar, yaitu dengan penyediaan bahan bakar yang ramah lingkungan
3. Kebijakan pembatasan populasi kendaraan, yaitu melalui:
a. pembatasan usia kendaraan, umur efisien dari kenderaan mobil diperkirakan 10 tahun, sementara umur efisien dari motor adalah 5 tahun
b. pembatasan terbatas, yaitu denan menetapkan setiap hari jenis plat nomor mobil apa yang boleh jalan (plat mobil ganjil/genap)
c. pelarangan kendaraan luar kota
d. jalur terbatas melalui program pemberlakuan hari tanpa berkendaraan, jalan satu arah, jalur bus terpisah, tarif jalur padat, dsb.
e. larangan masuk, seperti kebijakan ”Three in one”
f. larangan parkir, yaitu pembatasan jumlah mobil yag boleh parker di suatu daerahdaerah bebas mobil
g. hari tanpa mengemudi
h. bersepeda
i. pengaturan jam operasi
Didalam pedoman kriteria transportasi berkelanjutan disebutkan bahwa sistem transportasi berkelanjutan harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Aksesibilitas untuk semua orang
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menjamin adanya akses bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyandang cacat, kanak-kanak dan lansia, untuk mendapatkan –paling tidak— kebutuhan dasarnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan
2. Kesetaraan sosial
Sistem transportasi selayaknya tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat tingkat atas, yaitu dengan mengutamakan pembangunan jalan raya dan jalan tol semata. Penyediaan sarana angkutan umum yang terjangkau dan memiliki jaringan yang baik merupakan bentuk pemenuhan kesetaraan sosial, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan transportasi yang diberikan.
3. Keberlanjutan lingkungan
Sistem transportasi harus seminimal mungkin memberikan dampak negative terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sistem transportasi yang berkelanjutan harus mempertimbangkan jenis bahan bakar yang digunakan selain efisiensi dan kinerja dari kendaraan itu sendiri. Kombinasi dan integrasi dengan moda angkutan tak bermotor, termasuk berjalan kaki, dan moda angkutan umum (masal) merupakan upaya untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan dengan meminimalkan dampak lingkungan.
4. Kesehatan dan keselamatan
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menekan dampak terhadap kesehatan dan keselamatan. Secara umum, sekitar 70% pencemaran udara dihasilkan oleh kegiatan transportasi dan ini secara langsung, maupun tidak langsung, memberikan dampak terhadap kesehatan terutama terhadap sistem pernafasan. Di sisi lain, kecelakaan di jalan raya mengakibatkan kematian sekitar 500 ribu orang per tahun dan mengakibatkan cedera berat bagi lebih dari 50 juta lainnya. Jika hal ini tidak ditanggulangi, dengan semakin meningkatnya aktivitas transportasi dan lalu lintas akan semakin bertambah pula korban yang jatuh.
5. Partisipasi masyarakat dan transparansi
Sistem transportasi disediakan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus diberikan porsi yang cukup untuk ikut menentukan moda transportasi yang digunakan serta terlibat dalam proses pengadaannya. Bukan hanya masyarakat yang telah memiliki fasilitas seperti motor atau mobil yang dilibatkan, melainkan juga mereka yang tidak memiliki fasilitas namun tetap memerlukan mobilitas dalam kesehariannya. Partisipasi ini perlu terus diperkuat agar suara mereka dapat diperhitungkan dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan sistem transportasi kota. Transparansi merupakan satu hal penting yang tidak boleh ditinggalkan. Keterbukaan dan ketersediaan informasi selama proses merupakan penjamin terlaksananya sistem yang baik dan memihak pada masyarakat.
6. Biaya rendah dan ekonomis
Sistem transportasi yang berkelanjutan tidak terfokus pada akses bagi kendaraan bermotor semata melainkan terfokus pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sistem transportasi yang baik adalah yang berbiaya rendah (ekonomis) dan terjangkau. Dengan memperhatikan faktor ini, bukan berarti seluruh pelayanan memiliki kualitas yang sama persis. Beberapa kelas pelayanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan biaya operasi dan keterjangkauannya bagi kelas masyarakat yang dituju. Bukan biaya rendah yang menjadi kunci semata melainkan ekonomis dan keterjangkauannya.
7. Informasi
Masyarakat harus terlibat secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengelolaan sistem transportasi. Untuk itu, masyarakat harus memahami latar belakang pemilihan sistem transportasi serta kebijakannya. Ini juga merupakan bagian untuk menjamin proses transparansi dalam perencanaan, implementasi dan pengelolaan transportasi kota.
8. Advokasi
Advokasi merupakan komponen penting untuk memastikan terlaksananya sistem transportasi yang tidak lagi memihak pada pengguna kendaraan bermotor pribadi semata melainkan memihak pada kepentingan orang banyak. Di banyak kota besar, seperti Tokyo, London, Toronto dan Perth, advokasi masyarakat mengenai sistem transportasi berkelanjutan telah mampu mengubah sistem transportasi kota sejak tahap perencanaan. Advokasi dapat dilakukan oleh berbagai pihak dan dalam berbagai bentuk. Penguatan bagi pengguna angkutan umum misalnya, akan sangat membantu dalam mengelola sistem transportasi umum yang aman dan nyaman.
9. Peningkatan kapasitas
Pembuat kebijakan dalam sektor transportasi perlu mendapatkan peningkatan kapasitas untuk dapat memahami paradigma baru dalam pengadaan sistem transportasi yang lebih bersahabat, memihak pada kepentingan masyarakat dan tidak lagi tergantung pada pemanfaatan kendaraan bermotor pribadi semata.
10. Jejaring kerja
Jejaring kerja dari berbagai stakeholder sangat diperlukan terutama sebagai ajang bertukar informasi dan pengalaman untuk dapat menerapkan sistem transportasi kota yang berkelanjutan.
Mengingat transportasi adalah kebutuhan publik, maka faktor pelayanan menjadi kata kunci dalam perbaikan sistem transportasi. Masalah transportasi adalahmasalah mobilitas dan akses yang berkeadilan bagi semua warganegara tanpapengecualian. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan kebutuhan tersebut, maka mobilitas dan akses masyarakat yang ideal harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (Pedoman Kriteria Transportasi berkelanjutan):
1. Kebijakan dan Peraturan
Pemerintah daerah harus menerapkan kebijakan sosial dan kebijakan teknis yang dapat mengembangkan pola transportasi nasional yang dapat melayani kebutuhan masyarakat secara baik dan terpadu. Kebijakan sosial pemerintah memiliki dampak terhadap system transportasi nasional dan industri transportasi itu sendiri. Kebijakan yang dituangkan dalam peraturan yang mendukung bagi transportasi berwawasan lingkungan, meliputi:
a. Kebijakan tentang master plan sistem transportasi yang harus disesuaikan dengan tipologi lingkungan dan budaya setempat dan sesuai dengan kaidah-kaidah transportasi.
b. Penetapan batas ambang kualitas udara dan kebisingan, dilengkapi hasil monitoring kualitas udara dan kebisingan. Pemerintah pusat jika perlu mengembangkan sistem informasi kualitas udara dan kebisingan di seluruh penjuru Indonesia, dan masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah.
c. Dalam setiap pembangunan infrastruktur jalan, perlu disyaratkan penanaman pohon di sepanjang pinggir jalan untuk menyerap polusi dan menahan kebisingan.
d. Pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi (mobil dan motor) untuk setiap keluarga.
e. Adanya peraturan tentang zona pembatasan kendaraan dan peningkatan biaya parker
f. Adanya kebijakan dalam hal mengembalikan biaya eksternalitas kepada pencemar (pengguna kendaraan pribadi- bisa dalam bentuk pajak lingkungan). Beban pencemaran tidak lagi ditanggung oleh publik namun oleh pencemar dan digunakan kepada masyarakat dalam bentuk tunjangan kesehatan atau lainnya
2. Penerapan standar pelayanan minimum angkutan umum
Penerapan sistem layanan transportasi umum harus diselaraskan dengan standar pelayanan minimum dan ditujukan untuk pengangkutan dalam jumlah banyak dan cepat dan menjadi daya tarik bagi pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda angkutan umum. Pelayanan ini dilakukan melalui:
a. Pelayanan angkutan umum, meliputi:
· Kenyamanan, keselamatan, keamanan, dan ketepatan waktu
· Pelaksanaan uji berkala angkutan umum: Sistem Pengujian Kendaraan Bermotor (kelaikan jalan dan persyaratan teknis kendaraan umum) yang efektif meliputi mekanisme pengawasan, pemantauan, dan evaluasi kinerja PKB harus diterapkan secara konsisten;
b. Sistem angkutan massal, yang akan memberikan layanan dan kemudahan akses bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Sistem angkutan misal dapat berupa bus (contoh bagus adalah busway di DKI Jakarta), truly bus (bertenaga listrik – seperti kereta listrik), trem, Mass Rapid Transit (MRT), car pooling (feeder bus), mono rel, Kereta Listrik dan lain-lain. Sistem agkutan massal bertenaga listrik mempunyai keunggulan, yaitu pemakaian listrik tidak mencemari jalur lalulintas yang dilalui, tetapi akan lebih terkendali atau terlokalisasi di tempat pembangkitan listrik saja. Meskipun bagi kota-kota kecil mungkin belum memerlukan angkutan massal saat ini, namun untuk perencanaan ke depan yang memperhitungkan perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan populasi, sistem angkutan massal ini harus diakomodasi dalam perencanaannya, terutama bagi pengembangan jaringannya.
c. jalan satu arah
d. road pricing
e. pengaturan kelas jalan
3. Non motorised transport.
Memperhatikan kemampuan pejalan kaki untuk orang Indonesia, penderita cacat anak sekolah dan orang tua. Hal ini sangat penting bagi pengambilan keputusan setiap individu untuk memilih moda transportasi yang sesuai untuk dirinya. Sebagai contoh, kekuatan normal pejalan kaki untuk aktivitas harian adalah 0.5 km dalam satu perjalanan (mengingat negara tropis lebih cepat lelah), maka sistem transportasi yang dikembangkan harus menjangkau pengguna transportasi. Oleh karena itu butir 2 di atas sangat penting artinya bagi pengembangan sistem transportasi. Jika pengguna transportasi umum harus berjalan diluar jangkauannya ataupun tidak mendapatkan fasilitas yang sesuai, maka individuindividu akan memilih kendaraan pribadi. Akumulasi individu-individu ini yang menciptakan kemacetan lalulintas. Integrasi antara sistem angkutan massal dan angkutan lokal dapat diharmonisasikan. Selain itu penyediaan fasilitas jalan dan penyebrangan bagi para pejalan kaki, orang cacat dan sepeda harus disediakan (asas keadilan).
4. Jumlah dan jenis angkutan umum
5. Infrastruktur jalan.
Pada saat ini yang lebih dikembangkan adalah jaringan jalan raya, sedangkan jaringan yang berbasis rel hampir-hampir tidak ada pengembangan, malah ada penyusutan dibandingkan jaman penjajahan Belanda (penutupan operasi sebagian jalur KA). Pembangunan yang berorientasi keuntungan semata (profit oriented) seperti pengembangan jalan tol, secara tidak langsung memicu pertumbuhan kendaraan bermotor, untuk menikmati kenyamanan berkendaraan. Jaringan tol telah membuka akses baru, dan memunculkan sistem transportasi yang cenderung tidak dapat dibendung jumlahnya.
6. Ekonomi dan biaya rendah.
Menghentikan atau menyurutkan langkah liberalisasi di bidang transportasi dan keuangan, yang nyata-nyata telah menciptakan collaps nya sistem transportasi kita. Terlalu banyak rencana didominasi oleh mega proyek yang mahal. Kebijakan transportasi berkelanjutan sangat rendah biaya dan termasuk pembatasan terhadap moda transportasi termahal- mobil pribadi. Kemudahan pembelian mobil atau motor pribadi melalui kemudahan kredit seperti leasing telah mendorong tumbuhnya kendaraan pribadi secara cepat dan mencengangkan. Secara individu, para pengguna motor roda dua lebih untung secara finansial karena dapat menghemat dibandingkan menggunakan angkutan umum. Persepsi inilah yang harus dirubah untuk menciptakan sistem transportasi yang ramah lingkungan. Penggunaan motor roda dua sebagai moda transportasi bukanlah pilihan yang baik, karena sangat tinggi risiko keselamatannya. Hal ini yang sekarang menjadi problem besar di perkotaan.
7. Pengembangan jaringan dan moda transportasi yang bersifat preventif akan lebih baik dari pada yang bersifat counter action (kuratif). Kusutnya permasalahan transportasi di DKI Jakarta, karena bersifat kuratif, sebagai contoh untuk membangun mono rail atau MRT, banyak menemui kendala karena adanya kegiatan pembebasan lahan, yang peruntukannya tidak disiapkan jauh sebelum wilayah yang dilewati menjadi terbangun.
8. Perencanaan sistem transportasi kota terintegrasi dengan pengembangan wilayah/tata ruang
9. Teknologi transportasi (bahan bakar, teknologi mesin, teknologi reduksi , daya angkut)
a. Pemakaian bahan bakar ramah lingkungan (Biofuel, gas, dsb.)
b. Penggunaan teknologi mesin
c. Penggunaan teknologi untuk mengontrol emisi gas buang
d. Daya angkut
10. Penguatan budaya melalui sosialisasi penggunaan angkutan umum. Saat ini penggunaan mobil pribadi masih dianggap mempunyai nilai prestisius yang tinggi, sementara penggunaan angkutan umum masih dianggap rendah dalam stratifikasi budaya. Hal ini dapat dicontohkan melalui sikap para pejabat, yang notabene menggembar-gemborkan pemakaian angkutan publik, namun para pejabat sendiri tidak pernah menggunakan fasilitas angkutan umum.
Permasalahn transportasi perlu perlu segera diatasi agar permasalahn yang ada tidak semakin kompleks. Penerapan sistem transportasi berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan. Sistem ini akan lebih mudah terwujud pada sistem yang berbasispada penggunaan kendaraan angkutan umum. Misalnya saja untuk kota Jakarta bisa menggunakan konsep Busway sebagai sistem angkutan masal cepat. Perubahan ini dapat dimulai dengan membangun suatu sistem angkutan umum masal cepat (MRT)yang dapat menyediakan pelayanan penumpang dalam jumlah besar. Selain itu upaya mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan pada dasarnya dapat dilakuan dengan mencegah perjalanan yang tidak perlu atau dengan penggunaan angkutan umum. Selain itu, pengurangan jumlah perjalanan dapat dilakukan dengan melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management) (Widiantoro,2010).
Transportation Demand Management (TDM) yang juga dikenal dengan sebutan “mobility management” meliputi semua metode yang dapat meningkatkan pemanfaatan fasilitas dan sarana transportasi yang telah ada dengan lebih efisien dengan mengatur atau meminimalisasi pemanfaatan kendaraan bermotor dengan mempengaruhi perilaku perjalanan yang meliputi: frekuensi, tujuan, moda dan waktu perjalanan (Tanariboon, 1992 dan OTE, 2006 dalam Aminah, 2010).
Tujuan utama dari TDM adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan yang menggunakan sistem jaringan jalan dengan menyediakan berbagai pilihan mobilitas (kemudahan melakukan perjalanan) bagi siapa saja yang berkeinginan untuk melakukan perjalanan. Adapun tujuan umum dari TDM adalah: meningkatkan efisiensi pergerakan lalulintas secara menyeluruh dengan menyediakan aksesibilitas yang tinggi dengan cara menyeimbangkan antara permintaan (demand) dan sarana penunjang (supply) yang tersedia, penghematan penggunaan bahan bakar dan waktu tempuh perjalanan secara lebih efisien (Aminah, 2010).
TELAAH
Pembangunan Transportasi Berkelanjutan
Tujuan dari transportasi adalah menyediakan akses untuk bersosialisasi mendapatkan pelayanan dan barang yang kita perlukan dengan cara yang mudah, rendah biaya, dan memiliki dampak yang kecil. Kebijakan transportasi seharusnya tidak terjebak pada pada persepsi mobilitas sebagai tujuan dan menyederhanakannya dengan mendorong lebih banyak pergerakan kendaraan dengan kecepatan yang semakin tinggi. Perencanaan aksesibilitasi bertujuan untuk menjamin bahwa tempat tujuan dapat dengan mudah dicapai dan berupaya untuk menjaga kemampuan dari keragaman pilihan transportasi, khususnya transportasi kendaraan tidak bermotor, transportasi umum, dan paratransit (Hairulsyah, 2006).
Berdasarkan teori tersebut, jika kita melihat wajah transportasi Negara kita saat ini sudahkah sistem transportasi di Negara kita mencapai tujuan tersebut. Melihat buruknya sistem transportasi Negara kita saat ini, lalu bagaimana dengan kemampuan aksesibilitas masyarakat terhadap transportasi di masa depan?.
Perkembangan pembangunan infrastruktur transportasi di Negara kita cenderung lambat. Bahkan kualitas infrasturktur transportasi cenderung menurun di Negara kita. Berbagai permasalhan transportasi bermunculan seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi dengan berbagai sebab. Beberapa penyebabnya antara lain adalah rendahnya disiplin pengemudi, kurangnya fasilitas prasarana lalu lintas dan keengganan sebagian masyarakat untuk menggunakan angkutan umum karena kondisi pelayanan dan teknis kendaraan angkutan umum dinilai buruk, sehingga mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadinya. Hal ini turut memicu pertumbuhan kendaraan yang pesat dan konsumsi energi yang tinggi.
Berbagai isu dari permasalahan transportasi yang muncul pada akhir-akhir ini adalah pembangunan transportasi tidak ramah lingkungan, salah satu contohnya adalah polusi udara akibat gas buang kendaraan bermotor serta konsumsi energi Bahan Bakar Minyak (BBM) . Hasil penelitian Bapedal (2002) menunjukan bahwa kendaraan bermotor di Jakarta memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90%. Kondisi serupa tidak hanya dialami di Jakarta saja, beberapa kota besar lainnya seperti Surabaya, Bandung, Malang, dan lain-lain juga mengalami pencemaran udara akibat kendaraaan bermotor. Beberapa kota besar di Negara lain yang juga memiliki permasalahan yang sama, telah menangani hal tersebut. Misalnya dengan mulai menerapkan alat transportasi publik yang ramah lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan lingkungan telah mendapatkan perhatian cukup serius dan dijadikan sebagai prioritas dalam pembangunan transportasi perkotaan yang berkelanjutan.
Permasalahan polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan terutama dikota-kota besar. Tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar di Indonesia tidak dapat dihindarkan yaitu berkisar 8-12% pertahun. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia untuk 10 tahun terakhir, didominasi oleh kendaraan bermotor roda dua (72%) urutan kedua setelah kendaraan bermotor roda dua (sepeda motor) adalah mobil penumpang (15%), berikut mobil barang (9%) dan mobil bus (4%), dimana sebagian besar kendaraan bermotor ini menggunakan bahan bakar minyak (BBM) berupa Premix, Premium atau Solar. Kendaraan bermotor yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) mengandung timah hitam (Leaded) berperan sebagai penyumbang polusi cukup besar terhadap kualitas udara dan kesehatan. Kondisi tersebut diperparah oleh terjadinya krisis ekonomi yang melanda negara kita sejak tahun 1997, dimana kondisi kendaraan bermotor dan angkutan sangat buruk akibat mahalnya suku cadang dan perawatan yang kurang baik sehingga proses pembakaran kurang sempurna. (Basuki & Machsus, 2008).
Mewujudkan suatu tranportasi yang ramah lingkungan juga merupakan salah satu bentuk upaya pembangunan transportasi berkelanjutan. Untuk mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan dapat dilakukan dengan mencegah adanya pergerakan atau perjalanan yang tidak penting. Pengurangan jumlah perjalanan dapat dilakukan melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM). Selain itu terdapat konsep TOD Transit Oriented Development adalah upaya revitalisasi kawasan lama atau kawasan terpadu baru yang berlokasi pada jalur-jalur transportasi utama seperti jalur KA, busway dll dengan mengembangkan kawasan berfungsi campuran (mixed-use) antara fungsi hunian, komersial dan perkantoran. Dengan akses yang mudah terhadap aktivitas hunian, komersial dan perkantoran serta jaringan transportasi umum yang terpadu dengan fasilitas pedestrian dan jalur sepeda, konsep kawasan TOD diharapkan dapat mengurangi kebutuhan pergerakan transportasi antar kawasan dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. (Widiantono, 2010).
Sarana transportasi ramah lingkungan untuk mengurangi dampak lingkungan akibat emisi gas buang serta polusi kebisingan lebih cenderung kea rah moda transportasi yang tidak bermotor atau menggunakan bahan bakar alternatif seperti tenaga surya, tenaga listrik, dan lain-lain. Contoh kendaraan ramah lingkungan dan merupakan suatu moda transportasi yang berkelanjutan diantaranya:
1. Pedestrian. Adanya jalur bagi pejalan kaki yang nyaman akan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi. Integrasi yang baik antara transportasi publik dengan pedestrian akan sangat membantu mengatasi permasalahan transportasi yang ada. Jarak antar halte juga dibuat tidak terlalu jauh serta dibuat senyaman mungkin. Sehingga halte tersebut dapat dijadikan tempat transit bagi pejalan kaki untuk beralih moda transportasi.
2. Sepeda. Saat ini di beberapa daerah banyak terdapat komunitas yang mengembangkan ide bersepeda tidak hanya digunakan untuk olahraga saja. Sepeda juga mulai digalakkan sebagai moda transportasi yang dapat membantu aktivitas pergerakan kita. Gerakan bersepeda yang saat ini sedang booming di kawasan perkotaan adalah gerakan bike to work.
3. Sepeda listrik. Moda transportasi ini merupakan alternatif dari sepeda biasa yang digerakkan dengan tenaga listrik baterai yang bisa diisi ulang. Sepeda listrik ini memiliki keunggulan hemat biaya, tidak menimbulkan emisi yang dapat mencemari udara serta tidak menimbulkan kebisingan. Sepeda listrik ini jauh lebih unggul dibanding sepeda biasa karena jarak tempuhnya lebih jauh yaitu sekitar 60 km.
4. Kendaraan Hybrid. Adalah kendaraan yang dikembangkan dari bahan yang ultra-ringan tapi sangat kuat seperti komposit. Sumber tenaga kendaraan jenis ini umumnya merupakan campuran antara bahan bakar minyak dan listrik yang dibangkitkan dari putaran mesin kendaraan melalui teknologi rechargeable energy storage system (RESS). Kendaraan jenis ini memiliki tingkat polusi dan penggunaan bahan bakar yang rendah.
5. Kendaraan berbahan bakar alternatif. Pengguanaan BBG (bahan bakar gas) atau biofuel sebagai alternative bahan bakar kendaraan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Emisi yang dihasilkan dari BBG ataupun biofuel tidak sebesar emisi yang dihasilkan oleh BBM.
Tumbuhnya pusat-pusat kegiatan baru menyebabkan tingginya bangkitan/tarikan perjalanan. Semakin tinggi mobilitas masyarakat dalam menggunakan kendaraan bermotor maka semakin tinggi pula intensitas kebisingan, getaran, dan polusi udara yang dihasilkan gas buang kendaraan bermotor. Polusi udara ini dapat membahayakan kesehatan, lingkungan dan menimbulkan pemanasan global.
Inefisiensi pemanfaatan energi sektor transportasi darat secara tidak langsung mengakibatkan cadangan minyak bumi (fossil) semakin kritis. Agar penggunaan BBM dapat diminimalisir, maka diperkenalkanlah penggunaan energi alternatif berupa Bahan Bakar Gas (BBG) dan Bahan Bakar Nabati (BBN)/biofuel. Namun pada kenyataannya, implementasi pemanfaatan BBG masih tersendat. Begitu juga pemakaian BBN untuk kendaraan bermotor baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum masih rendah. Sebenarnya tingkat preferensi masyarakat untuk menggunakan alternatif bahan bakar tersebut tinggi, namun hal tersebut terhalang oleh stock dan stasiun pengisian BBG yang masih jarang sehingga masyarakat enggan untuk beralih ke BBG.
Untuk selanjutnya, pembangunan transportasi harus sustainable (berkelanjutan), baik dari sisi sosial masyarakat, ekonomi, teknologi maupun lingkungan. Hal tersebut wajib dilakukan agar orang-orang di masa depan tidak kehilangan aksesibilitasnya terhadap alat transportasi yang mereka gunakan.
Pengaruh Tata Guna Lahan Dalam Tranportasi Berkelanjutan
Transportasi selalu berkaitan dengan tujuan dari kegiatan pergerakan tersebut, misalnya perjalanan dari rumah ke tempat kerja, ke pasar, ke tempat rekreasi atau untuk mengangkut barang dari lokasi industry ke pelabuhan, bandara, toko dan sebagainya. Makin jauh jarak antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain, maka semakin panjang pergerakan (transportasi) yang harus dilakukan. Sebaliknya, semakin dekat jarak antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya, semakin dekat juga pergerakan yang harus dilakukan Dari penjelasan konsep tersebut, maka suatu pergerakan masyarakat dapat diperpendek melalui sistem penataan tata guna lahan yang memungkinkan masyarakat tidak harus melakukan perjalanan jarak jauh untuk berbagai maksud dan tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Melihat fenomena yang terjadi di beberapa kota besar saat ini, dimana pusat kota Pusat kota (Central Bussines District) cenderung menjadi tempat yang tidak nyaman lagi digunakan sebagai tempat tinggal karena faktor mahal, bising, polusi dan lain-lain, sehingga banyak penduduk yang tinggal luar kota (sub urban) dan menjadi commuter. Banyaknya penduduk yang berperilaku seperti ini (commuter) di Jakarta, mengakibatkan beban arus lalu-lintas jalan raya sebagai alternatif utama menjadi sangat padat dan panjang.
Menurut Wibawa (1996), Kebijaksanaan yang diambil pada prinsipnya harus mengacu pada pengurangan jarak pergerakan penduduk baik ke tempat kerja maupun dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kebijaksanaan ini dapat berupa pengembangan kota-kota satelit sebagai kota yang benar-benar mandiri yang dilengkapi hunian dengan berbagai sarana dan fasilitas bagi penduduknya serta mampu menyediakan lapangan dan tempat kerja bagi penduduknya. Konsep ini memang telah cukup baik, namun dalam implementasinya masih banyak kekurangan karena pusat-pusat pertumbuhan baru seperti ini masih terpaku penyediaan sarana tempat tinggal serta penyediaan fasilitas yang lengkap tanpa memperhatikan penyediaan lapangan kerja bagi para penghuninya. Hal ini tentunya menjadikan kota-kota satelit ini hanya sebagai tempat tinggal para pekerja di Central Bussiness Dictrict.
Dari teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa konsep pembangunan yang terintegrasi antara perumahan dan tempat bekerja serta sarana dan prasarana fasilitas kebutuhan bila diterapkan dengan baik akan mampu mengurangi jumlah pergerakan penduduk, karena untuk kegiatan pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan di satu tempat. Namun dalam penerapannya di Indonesia, seringkali konsep hunianone stop living ini hanya menyediakan sarana untuk masyarakat kelas atas. Sedangkan masayarakat menengah ke bawah tidak dapat menjangkaunya. Permasalahan lainnya adalah fasilitas-faslitas yang hanya diarahkan untuk penduduk setempat terjaga juga menarik minat penduduk di tempat lain. Maka akan terjadi pergerakan dari luar menuju ke dalam. Hal tersebut tentu bertentangan dengan konsep tersebut.
Konsep atau cara lain yang bisa mengurangi terjadinya pergerakan adalah antara lain melalui pengembangan penggunaan kemajuan sistem teknologi. Pengembangan penggunaan sistem teknologi tersebut mampu mengurangi kebutuhan pergerakan manusia seperti alat-alat telekomunikasi atau internet yang memungkinkan seseorang berkomunikasi tanpa harus bertemu atau bahkan memungkinkan seseorang berbelanja hanya dari rumah atau pengiriman uang atau pelayanan banking tanpa harus dating ke kantornya. Apabila konsep tersebut berhasil diterapkan, maka kebutuhan pergerakan dari manusia akan berkurang sehingga kepadatan lalu lintas dapat dikurangi.
Di beberapa kota di luar negeri, sistem transportasinya dikembangkan dengan menggunakan strategi transportasi yang menyeimbangkan berbagai jenis moda angkutan umum, khususnya pengembangan angkutan yang menggunakan jalur rel. Kegiatan dengan sub-pusat lainnya serta kawasan pemukiman tidak difokuskan sepenuhnya pada angkutan kereta api. Kota-kota satelit atau mandiri dihubungkan dengan jalur rel kereta api sedangkan untuk pergerakan internal (dalam kota) dapat menggunakan pergerakan jalan raya dengan beberapa konsep pendukung seperti konsep terminal terpadu dimana beberapa bentuk sistem jaringan mempunyai terminal yang terpadu dalan suatu atap, sehingga perpindahan penumpang dapat lebih mudah dan cepat. Kunci utama dari strategi ini adalah pemanfaatan angkutan kereta api baik jaringan bawah tanah (subway) maupun melayang diatas tanah (elevated). Sistem bawah tanah diterapkan pada pusat-pusat kota dengan harga tanah yang sudah sangat tinggi, biaya konstruksi untuk subway ini dapat dianggap layak bila sama dengan harga tanah yang harus dibebaskan untuk jalur di atas tanah. Untuk daerah-daerah di luar CBD, alternatif kereta layang atau di atas permukaan tanah masih dinilai lebih layak bila dikaitkan dengan harga lahannya.
Dari analisis teori tersebut, maka peningkatan angkutan yang bersifat masal harus lebih intensive dan nyaman. Salah satu alternatif terbaik untuk menjawab permasalahan ini adalah dengan penggunaan jalur transportasi kereta api, karena sistem angkutan ini mempunyai beberapa kelebihan terutama dalam jumlah pengangkutan.
Jadi pengaturan tata guna lahan memiliki peran yang penting dalam pembentukan sistem pergerakan (transportasi) penduduknya. Konsep pengaturan tata guna lahan telah diatur dalam rencana-rencana kota, namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan kendala, atau bahkan rencana tersebut tidak diterapkan karena berbenturan dengan kepentingan tertentu. Sistem pengaturan tata guna lahan membutuhkan peran serta langsung masyarakat dan memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Hal terpenting yang berkaitan dengan pengaturan tata guna lahan (pembagian pusat-pusat pertumbuhan) adalah pemakaian sistem transportasi yang menghubungkan antar pusat-pusat atau antara pusat dengan sub-pusat pertumbuhan yang masih mengandalkan pada sistem transportasi jalan raya. Kondisi ini mengakibatkan tingginya permasalahan transportasi seperti kepadatan, kemacetan, perpakiran dan lain-lain. Pemilihan sistem tranportasi melalui jalur lain, rel misalnya, harus segera dikembangkan agar tidak terlalu menitikberatkan pada transportasi jalan raya.
Sebagai alternatif dari aspek sistem pergerakan yang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan pengembangan suatu sistem angkutan umum masal (mass rapid transportation) yang efektif dan efisien. Sebagai pilihan terbaik dari sistem jaringan adalah moda angkutan kereta api, karena beberapa pertimbangan seperti daya angkut, kecepatan, dampak petumbuhan sepanjang jalur lintasan, jalur kereta api yang khusus dan berbeda dengan transportasi jalan raya sehingga tidak mengganggu atau mengurangi kapasitas jalan dan lain-lain. Namun sistem ini seharusnya dapat terintegrasi secara baik dengan sistem moda angkutan lainnya dengan fungsi dan kedudukan yang jelas.
Hal yang terpenting pula adalah koordinasi antar sistem kelembagaan yang terkait, sehingga masing-masing kebijaksanaan yang diambil berkaitan dengan masalah transportasi dapat dilakukan secara terpadu dan terarah. Aspek pencemaran lingkungan sebagai dampat dari permasalahan transportasi adalah sangat besar, sehingga pemecahan masalah ini harus segera dilakukan sehingga keselamatan lingkungan segera dapat dilakukan. Usulan pemanfaatan sistem jaringan kereta api dan bus yang terpadu merupak salah satu usaha yang tepat dalam mengatasi masalah transportasi yang pada akhirnya akan dapat pula mengurangi pencemaran yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
Transportasi Publik Sebagai Alternatif Transportasi Berkelanjutan
Penemuan bus umum oleh Blaise Pascal pada tahun 1662 menjadi awal mula terdapatnya transportasi umum. Penumpang transportasi umum pertama adalah penumpang trem yang mulai beroperasi pada tahun 1807 dan transportasi umum kereta api pada tahun 1825. Pada tahun 1860-an pedal sepeda muncul sebagai alat transportasi. Pedal sepeda ini merupakan moda pilihan transportasi pribadi pertama yang tersedia bagi kebanyakan orang di Negara barat sebelum Perang Dunia II dan juga menjadi satu-satunya pilihan bagi kebanyakan di negara berkembang. Alat ini digerakkan dengan menggunakan tenaga manusia, hewan dan rel.
Peningkatan kekayaan dan tuntutan mobilitas yang jauh lebih besar bagi orang-orang dan jasa terjadi ketika pasca perang. Jumlah kendaraan di Britania mengalami peningkatan lima kali lipat antara tahun 1950 dan 1979 dengan tren serupa yang terdapat di negara-negara barat lainnya. Negara-negara makmur sebagian besar yang berinvestasi dalam kota-kota besar agar dapat mendukung pertumbuhan dan kemakmuran negaranya melakukan perancangan jalan dan jalan raya sebagai akses bagi negara tersebut. Tugas inti perencanaan transportasi adalah merancang desain kapasitas jalan yang memadai untuk menyediakan proyeksi tingkat pertumbuhan lalu lintas dapat diterima tingkat
kemacetan lalu lintas hal ini merupakan sebuah teknik yang disebut "meramalkan dan memberikan". Investasi public dalam perjalanan yang meliputi berjalan dan bersepeda menurun secara dramatis di Amerika Serikat, Britania Raya dan Australasia, meskipun hal ini tidak terjadi pada tingkat penurunan yang sama di Kanada atau daratan Eropa.
Kekhawatiran menjadi berkelanjutan menjadi meluas ketika terjadi krisis minyak pada tahun 1973 dan krisis energi yang tejadi pada tahun 1979. Biaya tinggi dan terbatasnya ketersediaan bahan bakar menyababakan timbulnya kembali minat penggunaan alternatif kendaraan untuk perjalanan.
Pada tahun 1980-an-1990-an harga minyak relative rendah dan stabil keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan yang signifikan tingkat perjalanan kendaraan yang mencapai angka 1.980-2.000. Angka ini menunjukan secara langsung orang-orang yang memilih bepergian dengan menggunakan mobil lebih sering dengan jarak yang lebih jauh dan kota-kota yang dikembangkan secara tidak langsung karena track perumahan pinggir kota, jauh dari took dan dari tempat kerja, sekarang disebut sebagai permukiman perkotaan. Tren yang terdapat pada barang logistik, termasuk gerakan kereta api dan pelabuhan laut sebagai jalan angkutan dan persyaratan pengiriman yang tepat waktu menandakan bahwa lalu lintas pengangkutan tumbuh lebih cepat dari lalu lintas kendaraan umum (Wikipedia, 2010).
Transportasi berkelanjutan merupakan sebuah sistem transportasi yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan transportasi yang muncul. Permasalahan transportasi yang kini terjadi merupakan akibat dari sistem transportasi yang tidak berkelanjutan. Pada dasarnya hal-hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi berkelanjutan adalah faktor bentuk kota dengan melihat pusat kota dan mengedepankan penambahan jumlah penduduk.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka kebutuhan manusia juga akan meningkat, termasuk kebutuhan akan transportasi. Peningkatan kebutuhan transaportasi dapat meningkatkan permintaan moda transportasi yang didominasi oleh kendaraan pribadi. Dengan demikian jumlah emisi karbon akan bertambah. Untuk mengatasi tingginya tuntutan kebutuhan akan moda transportasi, transportasi publik/angkutan umum dapat dijadikan sebagai alternatif solusi permasalahan transportasi yang berkelanjutan.
Namun sayangnya, buruknya sistem serta moda trasnportasi di Negara kita masih sangat sulit bila dijadikan sebagai solusi untuk transportasi berkelanjutan. Buruknya transportasi publik di Negara kita secara tidak langsung akan mempengaruhi paradigma masyarakat tentang transportasi publik. Selain itu transportasi publik di Indonesia saat ini tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat, artinya sampai sejauh mana aksesibilitas masyarakat terhadap transportasi publik kurang dipertimbangkan.
Kerumitan dalam transportasi publik bukan hanya menjadi masalah pemerintah, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir -akhir ini menunjukkan wajah transportasi publik Negara kita yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat pada paradigma serta keengganan masyarakat untuk melakukan mobilitasnya dengan transportasi publik.
Perbaikan transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan, polusi udara, serta konsumsi minyak dan energi. Transportasi publik dapat diartikan sebagai angkutan umum, baik orang maupun barang, dan pergerakan dilakukan dengan moda tertentu dengan cara membayar. Transportasi publik yang terintegrasi dengan pengembangan kota tentunya akan memberikan manfaat yang besar bagi pengguna maupun non pengguna alat transportasi publik tersebut. Karena pada dasarnya transportasi adalah sistem yang mempermudah serta mengoptimalkan suatu kegiatan pergerakan tersebut.
Berbagai kebijakan yang mempengaruhi masalah transportasi harus disinkronisasikan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya, program untuk mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi perjalanan dengan mobil berpenumpang satu (single-occupant car
travel). Hal penting lainnya adalah meningkatkan integrasi transportasi dan perencanaan pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit atau rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan pendekatan sistematis dapat memunculkan energi untuk memperkuat sistem transportasi.dan memperbaikinya. Jadi perencanaan pemanfaatan lahan dan perencanaan transportasi memiliki keterkaitan yang besar.
Angkutan umum atau transportasi publik perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek yang sangat strategis dan diharapkan mampu mengakomodir seluruh kegiatan masyarakat. Namun, hal tersebut belum dapat diwujudkan terkait dengan berbagai kendala. Rendahnya tingkat penggunaan kendaraan umum dibandingkan penggunaaan kendaran pribadi di kawasan perkotaan, menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi masih tinggi dan di sisi lain kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan terlihat masih rendah.
Hal tersebut dapat diasumsikan serta menimbulkan paradigma bahwa angkutan umum hanya cenderung diminati oleh kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sedangkan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi untuk mendapatkan jasa pelayanan angkutan seperti yang diharapkan. Karena angkutan umum lebih diminati oleh masyarakat berpenghasilan rendah kebawah menyebabkan pemerintah enggan untuk membenahi pelayanan angkutan umum. Padahal transportasi publik atau angkutan umum ini adalah salah satu cara untuk menciptakan suatu sistem transportasi yang berkelanjutan.
Akan tetapi untuk mengarahkan angkutan umum sebagai alternatif solusi untuk mencapai transportasi yang berkelanjutan tidaklah mudah. Banyak masalah terkait angkutan umum yang harus segera diselesaikan, diantaranya:
1. Ketidak disiplinan pengemudi
2. Pemilik angkutan menginginkan keuntungan sebanyak mungkin tanpa memperhatikan rasa aman dan nyaman penumpang.
3. Jumlah armada tidak mencukupi.
4. Tidak semua daerah mampu dijangkau oleh angkutan umum.
5. Jumlah unit angkutan umum tidak tersebar secara merata di kota-kota di Indonesia (maksud tersebar secara merata disini adalah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah).
6. Terbatasnya jumlah moda transportasi berkapasitas besar untuk mengangkut banyak pergerakan penumpang dan barang sekaligus di beberapa daerah di Indonesia.
7. Beberapa ruas jalan di wilayah Indonesia kurang memadai untuk melayani pergerakan penumpang dan barang.
8. Angkutan umum masal cepat (MRT) hanya diterapkan di beberapa kota besar saja. Padahal kota-kota lain di Indonesia juga perlu adanya pengembangan MRT supaya masalah transportasi yang dihadapi tidak menjadi sekompleks kota Jakarta (upaya antisipasi).
Untuk mengatasi permasalahan diatas, maka sistem perbaikan transportasi publik di Indonesia harus dilakukan. Bagaimanapun juga transportasi publik adalah moda transportasi yang paling berkelanjutan (sustainable) dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Perbaikan sistem transportasi publik jauh lebih bermanfaat daripada pembenahan sistem kendaraan pribadi. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan sebagai upaya perbaikan sistem transportasi publik di Indonesia, yaitu:
1. Melakukan pembenahan terhadap rute atau trayek angkutan umum.
Hal tersebut perlu dilakukan karena selama ini kita melihat ada beberapa daerah di Indonesia yang pembagian rute angkutan umumnya tidak merata. Ada daerah yang dilayani oleh puluhan unit angkutan umum per jamnya, namun ada juga daerah yang hanya dilalui beberapa unit angkutan umum perjamya. Perbedaan yang sangat mencolok juga terlihat jika kita membandingkan antara jumlah angkutan umum di desa dengan di kota. Terbatasnya jumlah angkutan umum di pedesaan akan membatasi pergerakan masyarakat pedesaan yang tentunya dapat mempengaruhi aktivitas mereka. Di kota saja tidak semua tempat dilalui oleh angkutan umum. Hal itu secara tidak langsung juga akan meningkatkan keengganan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum karena rendahnya aksesibilitas tersebut.
Pembenahan terhadap rute atau trayek angkutan umum bisa dilakukan dengan memperpanjang atau meningkatkan trayek yang sudah ada sekarang dengan menggabungkan berbagai trayek yang ada. Akan tetapi tidak hanya memperpanjang trayek angkutan umum saja, penambahan kapasitas angkutan masing-masing trayek juga harus dilakukan. Sehingga semua daerah mampu terlayani oleh angkutan umum secara merata sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Untuk daerah yang terlalu besar jumlah angkutan umum yang melayani, dapat dilakukan penyederhanaan trayek angkutan umum. Penyederhanaan trayek angkutan umum bukan berarti menghilangkan aksesibilitas masyarakat terhadap angkutan umum yang mereka gunakan. Penyederhanaan tersebut dimaksudkan sebagai pengurangan trayek angkutan umum agar tidak terlalu panjang. Dengan banyaknya jumlah angkutan umum, maka trayek untuk tiap angkutan umum tidak perlu terlalu panjang agar tidak merugikan masyarakat.
2. Pemilihan moda yang tepat untuk masing-masing trayek angkutan umum.
Di kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Malang, dan kota-kota besar lainnya jumlah angkutan umum berupa mikrolet sudah sangat banyak. Selain penyederhanaan trayek, pemilihan moda yang tepat juga merupakan hal utama untuk memperbaiki sistem transportasi publik di Indonesia. Oleh karena itu, untuk trayek-trayek panjang dapat digunakan moda transportasi yang lebih besar, bus kota misalnya. Daya angkut bus kota yang lebih besar akan dapat melayani kebutuhan warga serta armadanya tidak terlalu besar. Penggunaan bus kota tentu akan mengurangi kepadatan jalan, karena daya angkut satu bus kota yang sama dengan daya angkut beberapa mikrolet. Mikrolet bisa digunakan untuk menghubungkan tempat-tempat menuju ke terminal-terminal bus kota. Jadi mikrolet digunakan sebagai pengumpan menuju tempat pemberhentian bus. Akan tetapi jika melihat bus kota yang telah ada selama ini masih sangat jauh dari kenyamanan dan bukan merupakan transportasi yang ramah lingkungan karena emisi gas buang yang dihasilkannya.
Dalam rangka sebagai upaya untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan, moda-moda transportasi baru ramah lingkungan dan berdaya angkut besar perlu digunakan. Misalnya, penerapan busway, monorail, skytrain, dan lainnya. Penerapan moda transportasi tersebut sudah mulai dilakukan di beberapa Negara maju dan berkembang di dunia. Akan tetapi masih sulit rasanya untuk diterapkan di Indonesia. Sumberdaya manusia, keterbatasan dana, serta mental dan perilaku masyarakatnya yang membuat itu semua sulit diterapkan di Indonesia. Selain itu sistem transportasi di Indonesia sudah terlanjur semrawut, jadi butuh dana dan upaya yang keras untuk memperbaiki sistem transportasi di Indonesia.
3. Perbaikan prasarana transportasi.
Buruknya prasarana transportasi yang ada di Negara kita ini menutut untuk segera dilakukan adanya perbaikan. Kondisi-kondisi terminal di Indonesia yang kurang memadai serta belum seluruhnya mempunyai fasilitas pendukung serta mampu melayani apabila ada bus-bus antar kota atau antar provinsi yang masuk. Jika dilihat dari aspek kelayakan serta kenyamanan, terminal-terminal di Indonesia juga belum seluruhnya menyediakan fasilitas itu. Padahal seharusnya ditiap terminal paling tidak terdapat ruang tunggu, loket pembelian tiket dan toilet yang nyaman. Selain itu perlu disediakan adanya tempat khusus untuk menurunkan dan menaikkan penumpang atau yang biasa disebut dengan halte. Memang selama ini halte sudah ada di beberapa ruas jalan di kota-kota besar di Indonesia, hanya saja jumlah halte tersebut dirasa masih kurang serta masih belum dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya oleh masyarakat.
Kurang berfungsinya halte tersebut karena kondisi halte yang terlihat kurang layak dan terkesan seadanya. Padahal seharusnya kondisi halte tersebut dilengkapi dengan tempat duduk yang nyaman dan diletakkan pada tempat yang strategis. Kemudian perlu juga dibangun lajur khusus untuk angkutan umum yang akan berhenti di halte tersebut agar tidak menghambat kendaraan lainnya. Keberadaan jalur khusus itu harus ada, bayangkan saja jika jika tidak terdapat jalur khusus aktivitas angkutan umum untuk menunggu menaikkan dan menaikkan penumpang akan mengurangi kapasitas jalan, sehingga hambatan yang ditimbulkan akan besar.
4. Penambahan moda transportasi missal yang cepat dan berdaya angkut tinggi atau biasa disebut MRT (Mass Rapid Transit).
Jenis-jenis MRT yang sudah diterapkan di kota-kota besar dunia diantaranya adalah busway, monorail, subway, serta commuter rail train. Pemilihan moda transportasi tersebut tergantung kondisi serta harus disesuaikan dengan karakteristik kota. Aspek financial dan ekonomi juga menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan moda transportasi tersebut. Misalnya, untuk kota Bandung yang cocok diterapkan adalah monorail karena jalan-jalan di Kota Bandung cenderung sempit dan banyak perempatan. Busway dan subway tidak cocok diterapkan disana karena letak geografis Kota Bandung yang berada pada daerah yang rawan gempa. Sedangkan untuk di Surabaya, busway cocok diterapkan disana karena jalan-jalan di kota Surabaya yang lebar.
5. Memperbaiki peraturan atau kebijakan terkait dengan transportasi.
Dalam memperbaiki sistem transportasi di Negara kita tidak cukup hanya dengan memperbaiki aspek teknisnya saju, aspek sosial juga perlu di perbaiki karena aspek sosial akan sama berpengaruhnya dengan aspek tekni dalam mendukung keberhasilan sistem transportasi yang diusulkan. Contoh perbaikan peraturan atau kebijakan terkait transportasi misalnya dengan adanya peraturan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Pembatasan tersebut diantaranya meliputi pembatasan kendaraan bermotor untuk produksi tahun tertentu, pembatasan gerak kendaraan bermotor dengan menetapkan daerah tertentu sebagai area terlarang untuk kendaraaan bermotor pada ruas jalan tertentu, meninggikan pajak untuk setiap pemilik kendaraan bermotor. Hal-hal tersebut dilakukan untuk menekan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor dengan harapan agar pemilik kendaraan bermotor mau beralih menggunakan angkutan umum.
Kesadaran Masyarakat Akan Transportasi Berkelanjutan
Suatu sistem transportasi yang berkelanjutan tidak bisa diterapkan tanpa adanya dukungan dari pemerintah lokal (kebijakan) serta dukungan dari masyarakat. Kesadaran masyarakat sangat penting untuk menciptakan sebuah pandangan akan masa depan dan memberikan tekanan untuk bertindak. Berbagai teori atau pengetahuan tentang transportasi berkelanjutan yang diberikan akan menjadi percuma jika tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakatnya rendah.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan transportasi berkelanjutan bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, sosialisasi atau kampanye misalnya. Dalam suatu kampanye tentang transportasi yang berkelanjutan harus dilakukan secara utuh dan tidak sebagai moda yang terpisah-pisah. Jadi kampanye atau sosialisasi tersebut tidak hanya menitikberatkan pada topik tentang kualitas udara atau polusi akibat transportasi saja. Kemacetan, keamanan, angkutan umum, dan kondisi moda transportasi yang sustainable juga harus disampaikan kepada masyarakat.
Tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi secara tidak langsung dapat menjadi kontrol bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Masyarakat dapat memberikan masukan kepada pemerintah tentang tipe transportasi berkelanjutan yang cocok bagi mereka, karena pada akhirnya masyarakat jugalah yang akan memanfaatkan transportasi tersebut. Kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat tentang transportasi yang berkelanjutan juga mulai digalakkan di beberapa Negara melalui berbagai macam cara, diantaranya:
1. Di Belanda diterangkan kepada masyarakatnya tentang pembangunan rencana induk bersepeda Belanda serta menilai kemungkinan model ini untuk dikonsultasikan oleh para pemangku kepentingan di Negara berkembang.
2. Kegiatan-kegiatan kampanye di Cina. Misalnya parade masker memperingati hari bumi. Kegiatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakt disana masih peduli terhadap lingkungan.
3. Hydrocarbon Development Institute of Pakistan, membagi-bagikan selebaran dan stiker yang berisikan tentang kualitas dan kuantitas dari bahan bakar dan minyak pelumas.
4. Di Dhaka, Bangladesh, dalam rangka kerjasama antara United Nations Development Programme dengan World Bank Energy Sector Management Assistance Program di akhir tahun 2000 telah dilaksanakan beberapa pelatihan mengenai seluk beluk mekanis.
5. Kampanye besar-besarna mengenai kesadaran masyarakat di Delhi, India, di akhir tahun 1999 telah mendorong partisipasi lebih dari 66.000 kendaraan untuk mendapatkan pemeriksaan gratis bagi perawatan kendaraan beroda dua. (Panduan Transportasi Pembuat Kebijakan di Kota-Kota berkembang).
Penerapan Transportasi Publik Sebagai Alternatif Solusi Transportasi Berkelanjutan (Studi Kasus dan Analisisnya)
1. Fasilitas Antar Jemput Untuk Mengurangi Penggunaan Mobil Pribadi di Universitas Kristen Petra (sumber: makalah Seminar Transportasi Berkelanjutan, Institut Teknologi Bandung, 3 Pebruari 2007)
Penggunaan kendaraan pribadi sebagai moda transportasi dari dan menuju kampus tentu akan menimbulkan dampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk parkir dan menimbulkan kepadatan beberapa ruas jalan di sekitar kampus. Jika permasalahan tersebut diatasi dengan cara memperluas lahan parkir serta memperluas ruas jalan di sekitar kampus bukanlah suatu pemecahan masalah yang efektif. Hal tersebut dikarenakan solusi tersebut tidak efektif untuk jangka panjang, jumlah pengguna kendaraan pribadi akan semakin meningkat setiap tahunnya, lalu apakah lahan parkir dan ruas jalan juga akan diperluas mengikuti peningkatan jumlah kendaraan pribadi?. Jelas tidak mungkin, karena adanya keterbatasan lahan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalahdengan menerapkan Campus Transport Management (CTM) untuk meningkatkan efisiensi transportasi, berupa peralihan penggunaan moda Single Occupancy Vehicle(SOV) menjadi High Occupancy Vehicle (HOV).
Menurut Setiawan (2007), Campus Transport Management (CTM) merupakan penerapan TDM pada lingkungan kampus. Program CTM berusaha meningkatkan pilihan dalam transportasi dan mengurangi banyaknya perjalanan dengan menggunakan mobil pribadi yang dilakukan oleh mahasiswa pada lingkungan kampus. (OTE, 2006b). Penerapan program CTM memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:
a. Mampu mengurangi jumlah perjalanan menggunakan moda kendaraan pribadi sebesar 10 30%
b. Mengurangi kebutuhan lahan parkir dan masalah kemacetan lalulintas di sekitar lingkungan kampus.
c. Memberikan keamanan dan ketenangan yang lebih baik, serta mengurangi konflik sosial dengan warga sekitar.
d. Peningkatan kualitas kesehatan lingkungan.
Menurut Candra (2004) dalam Setiawan (2007). tiga fasilitas antar jemput yang dianggap paling mempengaruhi kesediaan mahasiswa untuk beralih dari penggunaan mobil pribadi adalah kenyamanan (46%), ketepatan waktu (37%), dan keamanan/keselamatan (11%). Selain itu sistem antar-jemput konvesional yaitu door-to-door lebih diminati daripada sistem antarjemput berupa kesepakatan diantara para peserta untuk bertemu disuatu tempat transit, baik bagi pengguna mobil pribadi maupun bagi mereka yang selama ini telah memanfaatkan fasilitas antar-jemput.
Berdasarkan hasil studi terdahulu (Setiawan, 2005 dan Aanningtyas, 2006) dalam Setiawan (2007), diperoleh informasi bahwa jumlah mobil mahasiswa yang masuk ke lahan parkir kampus selama adalah 3.150 mobil/12 jam dengan jumlah petak parkir tersedia sebanyak 850 petak, dan komposisi pengguna mobil pribadi kategori membawa sendiri (membutuhkan tempat parkir) dan diantar supir (tidak membutuhkan tempat parkir) masing-masing adalah 72,1% dan 27,9%.
Dengan demikian kebutuhan petak parkir per 12 jam dapat dihitung sebagai berikut: 3.150 mobil/12jam x 72,1% = 2.271 mobil/12jam, dengan kapasitas lahan parkir sebesar 850 petak maka dapat dihitung parking turn-over (PTO) adalah sebesar 2.271/850 = 2,67 (satu petak parkir digunakan sekitar 3 kali per hari).
Gambar 1 memperlihatkan rangkuman perhitungan pengurangan penggunaan mobil pribadi dan pengurangan kebutuhan petak parkir selama 12 jam hasil dari pengolahan kuesioner.
Pengurangan Penggunaan Mobil Pribadi dan Kebutuhan Petak Parkir
Dari studi kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya minat masyarakat (dalam kasus ini adalah mahasiswa) cukup tinggi untuk beralih menggunakan kendaraan umum daripada kendaraan pribadi. Fasilitas antar jemput universitas tersebut dianggap lebih efisien dan lebih hemat dibandingkan dengan kendaraan pribadi karena adanya subsidi yang diberikan oleh pihak universitas untuk angkutan antar jemput tersebut. Selain hemat biaya, fasilitas angkutan antar jemput tersebut juga diperkirakan mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi oleh mahasiswa sebesar 50,6% atau sebanyak 1.594 mobil per 12 jam dan pengurangan kebutuhan parkir sebanyak 1.052 petak parkir per 12 jam.
Sistem fasilitas angkutan antar jemput ini bisa ditiru dan diterapkan di universitas-universitas lain. Permasalahan transportasi yang dihadapi oleh sebagian besar universitas di Indonesia rata-rata hampir sama, yaitu semakin meningkatnya mahasiswa yang menggunakan kendaraan pribadi ke kampus. Perluasan lahan parkir yang selama ini dilakukan bukanlah solusi yang berkelanjutan. Harus ada inovasi dari pihak universitas untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya adalah dengan fasilitas angkutan antar jemput seperti yang telah diterapkan di Universitas Kristen Petra tersebut. Selain lebih hemat dan efisien, penerapan moda transportasi masal tersebut akan mengurangi emisi yang ditimbulkan dari gas buang kendaraan pribadi. Fasilitas angkutan antar jemput tersebut juga akan lebih memudahkan pergerakan mahasiswa dari dan menuju kampus serta dapat mengurangi kemacetan yang biasanya terjadi di ruas-ruas jalan sekitar kampus.
Akan tetapi, hal yang tidak boleh dilupakan adalah harus dilakukan kegiatan perawatan dan pengelolaan angkutan antar jemput tersebut secara berkala. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar angkutan tersebut tetap terasa nyaman ketika digunakan oleh penggunanya (mahasiswa). Sehingga preferensi mahasiswa untuk memilih menggunakan moda transportasi masal tersebut dapat berlangsung secara konsisten atau terus-menerus.
2. Kereta Api Cepat di Jepang (Shinkansen) , (sumber: Wikipedia, 2010)
Shinkansen adalah jenis moda tranportasi kereta api yang memiliki kecepatan tinggi serta aman untuk lingkungan. Kereta ini memulai operasinya pada tahun 1964 antara Tokyo dan Osaka, diikuti oleh berlanjutnya pembangunan rel untuk menghubungkan daerah metropolitan Jepang. Banyak orang yang memilih menggunakan moda transportasi ini karena waktu yang yang ditempuh tidak berbeda dengan penggunaan moda angkutan udara dan mobil. Selain itu tarif menggunakan kereta Shinkansen lebih murah daripada menggunakan moda transportasi lainnya. Contoh: Perjalanan Tokyo ke Osaka,tarif Shinkansen : ¥ 13.240, atau sekitar 110 dolar AS dengan jarak tempuh 30 menit, tarif pesawat : 20.000 yen (sekitar $ 170) jarak tempuh 50 menit. Tarif Shinkansen yang lebih masuk akal menyebabkan penumpang lebih memilih moda Shinkansen. Jaringan kereta api berkecepatan tinggi ini merupakan hasil kemitraan public-swasta.
Sejak awal pelayanannya pada tahun 1964, tidak pernah ada kejadian fatal karena kereta kecelakaan di Shinkansen. Keamanan luar biasa dari shinkansen ini dikarenakan para desain dasar konsep dan ide-ide yang cerdik yang mendasari operasinya shinkansen. Rel shinkansen terpisah dari konvensional perkeretaapian dan beroperasi tanpa penyebrangan kelas. Dengan struktur ini tabrakan antara kereta Shinkansen dan kereta konvensional atau mobilpun tidak dapat terjadi.
Semua operasi kereta Shinkansen disurvei dan terkendali oleh Traffic Control System. Sistem ini ditengah lalu lintas control Shinkansen, memungkinkan kecepatan tinggi dan operasi kepadatan tinggi. Sistim Kontrol Lalu Lintas terus-menerus memonitor operasi Shinkansen dan mengakui jika operasi tidak berjalan sesuai jadwal. Hal ini juga mensimulasikan kondisi operasi ketika sebuah operator membuat perubahan dalam tindakan dan kemudian disarankan untuk membuat penyesuaian.
Automatic Train Control (ATC) System adalah kunci sistem menghilangkan kesalahan manusia. Jika ada gerakan yang tidak teratur, kereta yang dapat menimbulkan kecelakaan, ATC secara otomatis mengenali dan berhenti. Shinkansen adalah satu-satunya sistem kereta api berkecepatan tinggi yang terbukti aman dan mudah dikelola selama gempa bumi parah. (UrEDAS) adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi gempa. Setiap 12 miles ( 20 km ) sepanjang jalan kereta api, dan terhubung ke (UrEDAS). Ketika sebuah gempa terjadi, awalnya UrEDAS (relative lemah), perkiraan besarnya gempa, dan menentukan apakah untuk menghentikan kereta yang sedang berjalan. Fasilitas Shinkansen diperkuat melawan gempa bumi. Sistem pengendalian Shinkansen adalah hasil dari sistem control canggih seperti operator dan pengemudi sistem pengendalian lalu lintas sangat terampil. Penundaan yang terjadi di Shinkansen hanya 6 detik.
Pembangunan Tokaido Shinkansen dimulai pada tahun 1959 dengan biaya konstruksi 380 miliar yen. Konstruksi ini dibiayai dari menerbitkan obligasi di Jepang, pinjaman Bank Dunia dan Pemerintah Jepang. Konstruksi jaringan Shinkansen saat ini sedang dalam pengembangan yaitu Shinkansen Hokkaido, Tohoku Shinkansen, Hokuriku Shinkansen, dan Kyushu Shinkansen. Biaya-biaya pembangunan Shinkansen yaitu proyek-proyek pembangunan rel digunakan bersama-sama oleh pemerintah nasional dan pemerintah daerah sepanjang jalan kereta api. Anggaran untuk pembangunan kereta api Shinkansen pada tahun 2007 adalah 263.7 miliar yen.
Suara dari Shinkansen berasal dari gesekan antara udara dan kereta api. Untuk mengurangi kebisingan dari pantographs menggunakan desain streamline. Shinkansen adalah Moda transportasi yang sangat efisien terhadap energy dibandingkan pada penumpang-kilometer. Mempertimbangkan fakta bahwa listrik juga dihasilkan oleh nuklir , emisi CO2 deari sinkansen secara signifikan lebih rendah daripada moda transpotrasi lain. Dapat dikatakan Shinkansen memberikan kontribusi penghematan energi serta mengurangi pemanasan global.
Shinkansen merupakan moda transportasi MRT yang modern dan berkelanjutan. Transportasi publik jenis ini mampu mengangkut penumpang dalam jumlah banyak. Jalur rel shinkansen yang terpisah dengan jalan maupun jalur rel konvensional menjadikan moda transportasi ini cocok diterapkan sebagai alternatif di kota-kota besar dengan lebar jalan yang terbatas tapi memiliki kepadatan tinggi. Dengan terpisahnya jalur shinkansen tersebut, maka pengoperasian maupun proses pembangunan moda transportasi ini tidak mengganggu kepentingan atau aksesibilitas moda transportasi lainnya.
Dari segi keamanan, moda transportasi ini memiliki keamanan yang luar biasa. Desain dasar konsep dan ide-ide yang cerdik yang mendasari operasinya shinkansen menyebabkan kereta ini menjadi sangat aman. Sejak awal pelayanan, tidak pernah ada kejadian fatal karena kereta kecelakaan di Shinkansen. Rel shinkansen terpisah dari konvensional perkeretaapian dan beroperasi tanpa penyebrangan kelas. Dengan struktur ini tabrakan antara kereta Shinkansen dan kereta konvensional atau mobilpun tidak dapat terjadi. Dengan sistem keamanan seperti ini maka keamanan penumpang sangat terjamin.
Sistem Shinkansen menggunakan Traffic Control System. Sistem ini ditengah lalu lintas control Shinkansen, memungkinkan kecepatan tinggi dan operasi kepadatan tinggi. Sistim Kontrol Lalu Lintas terus-menerus memonitor operasi Shinkansen. Selain itu, Automatic Train Control (ATC) System adalah kunci sistem menghilangkan kesalahan manusia. Jika ada gerakan yang tidak teratur, kereta yang dapat menimbulkan kecelakaan, ATC secara otomatis mengenali dan berhenti. Shinkansen adalah satu-satunya sistem kereta api berkecepatan tinggi yang terbukti aman dan mudah dikelola selama gempa bumi parah. Untuk mendeteksi gempa, Shinkansen menggunakan UrEDAS. Sistem pengendalian Shinkansen adalah hasil dari sistem control canggih seperti operator dan pengemudi sistem pengendalian lalu lintas sangat terampil.
Jakarta mengalami masalah yang sangat rumit terkait dengan sistem transportasinya. Jumlah penduduk yang banyak dan terus bertambah, dibarengi dengan tingkat daya beli yang cukup tinggi menyebabkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor (baik kendaraan bermotor roda dua, maupun kendaraan bermotor roda empat maupun lebih) di DKI Jakarta selama 10 tahun terakhir adalah 6% per tahun. Dengan laju pertumbuhan yang sedemikian tinggi, tidaklah mengherankan jika saat ini jumlah kendaraan bermotor yang bergerak di Jakarta setiap harinya mencapai 4,95 juta (kendaraan roda dua 53%, mobil pribadi 30%, bis 7%, dan truk 10%).
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya tambahan jutaan kendaraan dari luar Jakarta yang bergerak di Jakarta. Dengan kondisi banyaknya jumlah kendaraan tersebut, tentu akan menimbulkan kemacetan di berbagai ruas jalan. Peningkatan jumlah kendaraan pribadi setiap tahunnya disebabkan karena tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi tersebut disebabkan karena tidak ada pilihan moda transportasi lain yang dirasa dapat menjamin keamanan, kenyamanan serta keefektifan perjalanan.
Upaya yang lebih sering dipilih pemerintah adalah dengan pelebaran ruas jalan serta penambahan jalan tol. Walaupun terbukti bahwa pada kenyataannya upaya tersebut tidak menyelesaikan masalah kemacetan. Kesan yang timbul dari solusi tersebut, penambahan jalan saat ini hanya diperuntukkan bagi kepentingan mobilitas kendaraan pribadi dan bukannya diupayakan untuk membangun sistem jaringan jalan yang terintegrasi. Terbukti bahwa 85% ruang jalan yang ada digunakan oleh kendaraan pribadi yang sebenarnya hanya melayani 9,7% perjalanan (mobil).
Untuk mengurangi atau bahkan mungkin mengatasi permasalahan yang terjadi di Jakarta tersebut adalah melalui sistem transportasi yang berkelanjutan. Seharusnya permasalahan transportasi tidak akan menjadi sedemikian parah jika sedari awal penyelenggara pemerintahan mau menerapkan sistem transportasi berkelanjutan. Sistem transportasi yang berkelanjutan ini akan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi.
Perbaikan sistem angkutan umum merupakan solusi utama yang harus segera dilakukan oleh Pemda DKI. Perilaku masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi harus segera dirubah. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan paksaan ataupun dengan penyediaan pilihan lain. Angkutan umum yang aman, nyaman dan tepat waktu serta terintegrasi satu sama lainnya merupakan pilihan lain paling logis yang dapat merubah perilaku tersebut. Angkutan umum yang baik juga memberikan peluang bagi semua lapisan masyarakat untuk melakukan perjalanan dengan biaya yang terjangkau dan aksesibilitas yang tinggi dengan dampak lingkungan yang minimal dalam sebuah kesetaraan sosial yang tinggi.
TransJakarta atau yang biasa dipanggil Busway adalah sebuah sistem transportasi bus cepat di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem Transmilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Transjakarta beroperasi sejak 15 Januari 2004 dan merupakan salah satu proyek dari Gubernur DKI, Sutiyoso.
Salah satu faktor terbesar masyarakat kota Jakarta untuk menggunakan Busway adalah dari segi keamanan dan kenyamanan. Jakarta sebagai kota metropolitan, adalah kota yang rawan kejahatan. Kita harus selalu waspada terhadap setiap orang. Banyak orang merelakan 1000 rupiah lebih mahal untuk naik busway, daripada harus naik bus kota.
Busway yang merupakan salah satu jenis sistem MRT berbasis jalan raya, sangat tepat diimplementasikan di Jakarta sebagai negara berkembang. Hal ini disebabkan karena
a. Pengoperasian busway memberikan prioritas bagi angkutan umum dalam pemanfaatan ruang jalan melalui penyediaan jalur khusus untuk busway.
b. Kapasitasnya bersifat fleksibel dari mulai belasan ribu hingga dapat mendekati kapasitas metro (MRT berbasis rel) sebesar tiga puluhan ribu orang per arah per jam.
c. Biaya investasi pembangunan yang dibutuhkan relatif sangat rendah dibandingkan teknologi MRT lainnya. Biaya investasi busway hanya berkisar 0,5-0,8 juta dolar per-km, sedangkan metro berbasis jalan rel membutuhkan 20-35 juta dolar per-km. Sehingga, biaya investasi busway dapat dipenuhi dari anggaran pemerintah tanpa membuat utang baru pada negara lain. Selain itu rendahnya nilai investasi dapat mempercepat pencapaian titik impas dan nilai tarif layanan dapat ditekan.
Namun keberhasilan sistem ini mempersyaratkan
a. Adanya integrasi dengan sistem pendukung lain seperti jaringan pengumpan (feeder system) dan sistem transportasi kendaraan tidak bermotor terutama fasilitas jalur sepeda dan pejalan kaki.
b. Adanya institusi penyelenggaraan angkutan umum yang sehat dengan mekanisme perijinan yang transparan dan mengutamakan tinginya kualitas pelayanan.
c. Adanya persiapan yang matang (menyeluruh) dan tahapan yang tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Intensitas dan kontinuitas sosialisasi ini harus tetap terjaga selama masa perencanaan hingga akhir pelaksanaan. Materi sosialisasi ini tidak hanya menyangkut hal - hal teknis semata tetapi juga termasuk latar balakang yang mendasari tiap tindakan yang diambil dan upaya antisipasi pemerintah terhadap setiap konsekwensi yang harus dihadapi masyarakat terkait dengan pelaksanaannya.
Berdasarkan situs resmi busway
http://trans.jakarta.go.id/informasi/, mulai dari 1 Februari 2004 hingga akhir Maret 2005, TransJakarta telah mengangkut sebanyak 20.508.898 penumpang. Tarif tiket TransJakarta adalah Rp. 3.500 (Januari 2006) per perjalanan. Pada jam 5 – 7 pagi adalah jam diskon dengan harga tarif Rp 2.000. Penumpang yang pindah jalur tidak perlu membayar tarif tambahan asalkan tidak keluar dari halte (
shelter). Saat ini, rata-rata pada hari kerja, bus Tije mengangkut rata-rata 70 ribu penumpang, sedangkan pada hari libur, menggangkut 45 ribu penumpang. Bahkan pada bulan September 2005, penumpang telah menembus 2.037.407 orang. Rekor penumpang harian terjadi pada tanggal 3 Oktober 2005, yang mencapai 83.574 orang.
Pada saat awal beroperasi, TransJakarta mengalami banyak masalah, salah satunya adalah ketika atap salah satu busnya menghantam terowongan rel kereta api. Selain itu, banyak daripada armada bus-bus tersebut yang mengalami kerusakan, baik pintu, tombol pemberitahuan lokasi halte, hingga lampu yang lepas. Minimnya rambu-rambu di tempat-tempat strategis yang akan memasuki kawasan busway membuat pemakai jalan merasa seolah-olah terjebak masuk ke jalur macet. Selain macet, dampak lainnya dari proyek pembangunan jalur busway adalah ancaman terhadap kelangsungan hidup trayek sejumlah angkutan kota, khususnya pada jalur-jalur yang dilewati busway. Selain itu pada awal pembangunan jalur khusus busway sempat menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Hal itu terjadi karena jalur khusus busway memotong ruas jalan dan mengganggu aktivitas jalan.
Namun dengan segala pro dan kontra yang ada, konsep Busway sebagai sistem angkutan massal cepat telah terbukti dapat merubah wajah kota menjadi lebih baik, dan meningkatkan aktifitas perekonomian di kota yang menerapkan konsep tersebut (awalnya diterapkan di Bogota, Curitiba). Keandalan kinerja sistem Busway (lebih dikenal di dunia internasional dengan istilah BRT-Bus Rapid Transit) dibarengi dengan efektifitas biaya investasi, membuat sistem ini menjadi pilihan bagi negara-negara berkembang di seluruh dunia untuk memperbaiki sistem angkutan umumnya. Keberhasilan penerapan BRT di Bogota membuat Kota Jakarta terinspirasi untuk menerapkannya juga di Jakarta mengingat permasalahan transportasi di Kota Jakarta yang sangat kompleks tersebut.
Namun sayangnya, sampai sekarang Jakarta belum mampu menjalankan semua prasyarat yang menentukan keberhasilan pengoperasian sistem ini. Pendekatan ala proyek yang sangat parsial, menyebabkan masyarakat umum salah persepsi dalam melihat konsep busway sebagai solusi tepat guna untuk mereformasi sistem angkutan umum di Jakarta. Proyek busway di Jakarta juga masih belum bersifat menyeluruh dan terintegrasi. Menyeluruh dalam artian bahwa tahapan-tahapan yang dilakukan memang direncanakan secara matang dalam sebuah skenario pembenahan angkutan umum yang berkesinambungan. Terintegrasi dalam artian terkait dengan komponen-komponen lain yang menjadi penyebab dan penentu terjadinya permasalahan sistem transportasi.
Adanya busway di Jakarta saat ini dianggap sudah bisa mengurangi kemacetan yang timbul akibat kendaraan pribadi, namun belum cukup untuk menanggulangi hal tersebut dalam jangka waktu yang lama. Keberadaan busway di satu sisi menjadi solusi bagi kemacetan, kenyamanan dan keamanan dalam berkendara, namun di sisi lain menimbulkan permasalahan bagi angkutan umum jenis lain yang juga beroperasi di sekitar jalur busway. Akan tetapi karena jaminan kemanan dan kenyamanan, maka masyarakat cenderung memilih busway sebagai moda transportasi untuk melakukan pergerakan. Kendaraan umum lainnya dimanfaatkan sebagai kendaraan transisi antar rumah ke shelter dan sebaliknya. Akan tetapi, untuk meningkatkan efisiensi kendaraan, sebaiknya disediakan angkutan khusus yang mengangkut pengguna darishelter ke rumah/tempat tujuan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kekacauan akibat banyaknya jenis kendaraan yang beroperasi di sekitar shelter, yang bisa menyebabkan kemacetan. Adanya pengaturan akan jenis kendaraan serta pengaturan trayek kendaraan juga akan membantu menertibkan pola lalu lintas dan menjaga keindahan kota.
Kesimpulan
Transportasi berkelanjutan merupakan sebuah sistem transportasi yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan transportasi yang muncul. Permasalahan transportasi yang kini terjadi merupakan akibat dari sistem transportasi yang tidak berkelanjutan. Transportasi publik adalah moda transportasi yang paling berkelanjutan (sustainable) dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Perbaikan sistem transportasi publik jauh lebih bermanfaat daripada pembenahan sistem kendaraan pribadi
Pembangunan transportasi harus sustainable (berkelanjutan), baik dari sisi sosial masyarakat, ekonomi, teknologi maupun lingkungan. Hal tersebut wajib dilakukan agar orang-orang di masa depan tidak kehilangan aksesibilitasnya terhadap alat transportasi yang mereka gunakan.
Sebagai alternatif dari aspek sistem pergerakan yang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan pengembangan suatu sistem angkutan umum masal (mass rapid transportation) yang efektif dan efisien. Sebagai pilihan terbaik dari sistem jaringan adalah moda angkutan kereta api, karena beberapa pertimbangan seperti daya angkut, kecepatan, dampak petumbuhan sepanjang jalur lintasan, jalur kereta api yang khusus dan berbeda dengan transportasi jalan raya sehingga tidak mengganggu atau mengurangi kapasitas jalan dan lain-lain. Namun sistem ini seharusnya dapat terintegrasi secara baik dengan sistem moda angkutan lainnya dengan fungsi dan kedudukan yang jelas.
Hal yang terpenting pula adalah koordinasi antar sistem kelembagaan yang terkait, sehingga masing-masing kebijaksanaan yang diambil berkaitan dengan masalah transportasi dapat dilakukan secara terpadu dan terarah. Aspek pencemaran lingkungan sebagai dampat dari permasalahan transportasi adalah sangat besar, sehingga pemecahan masalah ini harus segera dilakukan sehingga keselamatan lingkungan segera dapat dilakukan. Usulan pemanfaatan sistem jaringan kereta api dan bus yang terpadu merupak salah satu usaha yang tepat dalam mengatasi masalah transportasi yang pada akhirnya akan dapat pula mengurangi pencemaran yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
Akan tetapi suatu sistem transportasi yang berkelanjutan tidak bisa diterapkan tanpa adanya dukungan dari pemerintah lokal (kebijakan) serta dukungan dari masyarakat. Kesadaran masyarakat sangat penting untuk menciptakan sebuah pandangan akan masa depan dan memberikan tekanan untuk bertindak. Berbagai teori atau pengetahuan tentang transportasi berkelanjutan yang diberikan akan menjadi percuma jika tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakatnya rendah. Tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi secara tidak langsung dapat menjadi kontrol bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Masyarakat dapat memberikan masukan kepada pemerintah tentang tipe transportasi berkelanjutan yang cocok bagi mereka, karena pada akhirnya masyarakat jugalah yang akan memanfaatkan transportasi tersebut.